JAKARTA -- Ketua Umum Perjuangan Rakyat Nusantara (Pernusa) KP Norman Hadinegoro menilai Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tidak memiliki ketegasan dalam mengamankan aksi demonstrasi di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (16/7/2020) kemarin.
Norman mengatakan, dalam situasi pandemi Covid-19 ini seharusnya polisi tidak memberikan ruang bagi Aliansi Nasional Anti Komunis (ANAK) NKRI, yang terdiri dari Persaudaraan Alumni (PA) 212, Front Pembela Islam (FPI) dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) untuk melakukan aksi demonstrasi.
Jika Kapolda tegas semua akan angkat jempol karena berprestasi dan bisa diusulkan menjadi Kapolri
Ia berpandangan, para pedemo yang mendesak DPR mencabut Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dari prolegnas dan pengusutan inisiator RUU itu juga tidak menjalankan protokol kesehatan Covid-19.
Norman berpandangan, Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sujana akan sulit menjadi pengganti Jenderal Idham Azis sebagai Kapolri. Pasalnya, ia melihat ketidaktegasan Kapolda dalam menangani para pedemo RUU HIP tersebut.
"Kurang adanya ketegasan dari Kapolda. Jika Kapolda tegas semua akan angkat jempol karena berprestasi dan bisa diusulkan menjadi Kapolri. Kita butuh Kapolri sekelas Pak Tito yang dikagumi banyak orang karena prestasi-prestasinya," katanya seperti dilansir tagar.id, Jumat (17/7/2020).
Norman berpendapat, jika Kapolda memiliki kepekaan terkait kondisi pandemi Covid-19, aksi itu seharusnya tidak bisa terjadi.
"Demo buruh, PA 212 dan lain-lain tidak menghiraukan bencana Covid 19. Kalau Kapoldanya memahami hal tersebut yang sasarannya semua ke DPR, maka jauh sebelum para pedemo berdatangan, sekitar areal DPR harus sudah steril tidak boleh ada kerumunan orang-orang di masa Covid-19," katanya.
"Sudah diberlakukan juga yang tidak pakai masker didenda 250 ribu. Banyak pedemo tidak pakai masker seharusnya ditangkap kalau kita mau memberlakukan peraturan yang tidak pilih kasih," tambah KP Norman Hadinegoro.
(tgr/oel)