SAM SALAM Wakil Ketua Kadin Sumbar f: dok.utusanindo |
Namun, Swab/PCR test sebagai upaya memfilter “green tourist” yang telah diterapkan di bandara internasional milik Sumbar tersebut belum menjamin meningkatkan “trust” (kepercayaan) wisatawan seandainya destinasi dan atau lokasi yang akan dikunjungi “tidak green” (tidak bersih) atau masih kategori "zona merah" Covid-19.
"Akan lebih baik jika Sumbar juga menerapkan "green destination" untuk pelancong kategori "green tourist" (wisatawan bersih Covid-19-red) yang telah melalui Swab/PCR test di BIM," lontar Sam Salam, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumbar, Minggu (14/6/2020), mengulangi pemaparannya dalam kegiatan zoom meeting bersama sejumlah kepala daerah, sederet pengamat dan pelaku industri wisata se-Indonesia pada Kamis (11/6/2020) lalu.
Tampil selaku host dalam diskusi virtual bertajuk "KOMPARASI KESIAPAN NORMAL BARU DESTINASI WISATA INDONESIA" tersebut, Ir. Nasirman Chan, pengurus Kadin Sumbar sekaligus organisatoris senior penggerak industri pariwisata Sumbar yang oleh banyak kalangan akrab disapa "Aciak".
Menurut Sam Salam, kalau “green tourist” disuguhi destinasi wisata yang masih berkategori zona merah, maka tentu hal ini akan mempengaruhi kepercayaan wisatawan. Untuk itu penerapan protokol kesehatan oleh masing-masing pemerintah daerah di Sumbar memerlukan kedisiplinan semua stakeholder tanpa kecuali. Kenyamanan dan keamanan wisatawan harus mendapat jaminan dari masing-masing destinasi. Disamping disiplin, peningkatan pelayanan berbasis kesehatan adalah hal yang tidak mudah dan perlu adaptasi terlebih dahulu. Menjaga “nama baik” destinasi harus konsisten agar peningkatan kunjungan lebih banyak lagi.
Disamping Sam Salam dan beberapa narasumber lintas sektor sektor dari beberapa provinsi di Indonesia, tiga walikota di Sumbar turut tampil memberikan pemaparan.
Seperti diketahui, tiga kota di Provinsi Sumatera Barat yakni Kota Bukittinggi, Kota Pariaman dan Kota Padang telah menyatakan kesiapan membuka kembali destinasi wisata. Pembukaan destinasi wisata tersebut menjadi sebuah titik harapan bagi pelaku industri pariwisata setempat untuk kembali berkreasi, disamping diharapkan dapat menggerakkan ekonomi masyarakat.
Ketiga walikota tersebut, yakni Walikota Padang Mahyeldi Ansharullah, Walikota Bukittinggi Ramlan Nurmatias dan walikota Pariaman Genius Umar, pada kesempatan zoom meeting hari itu sepakat akan melaksanakan protokol kesehatan dan mensosialisasikannya kepada masyarakat untuk mengikutinya, terutama pelaku usaha pariwisata.
Walikota Padang akan mensosialisasikan segera SOP (Standard Operational Procedure) kesehatan dalam bentuk Perwako (Peraturan Walikota Padang). Dalam hal ini, kerjasama dan bantuan pihak Kadin Sumbar selaku advisor dan juga motivator pelaku dunia usaha sangat diperlukan untuk bersama-sama dengan pemerintah dalam menggerakan ekonomi pelaku usaha. "Peran Kadin sangat dibutuhkan untuk hal ini," ungkap Walikota Mahyeldi.
Diakui Sam Salam, memang tidak mudah di lapangan menerapkan peningkatan “trust” (kepercayaan) wisatawan. "Namun kita selalu optimis bahwa kerterlibatan banyak pihak dan bersama-sama memikirkan dunia usaha pariwisata ini, jelas akan membantu peningkatan wisatawan ke Sumatera Barat," ujarnya.
Ditekankan lebih lanjut bahwa kumpulan pelaku dunia usaha (Kadin) membutuhkan kerjasama dengan pembuat kebijakan (pemerintah). Sebaliknya pembuat kebijakan (pemerintah) jelas tidak akan lancar kalau tidak melibatkan para pelaku usaha itu sendiri, dalam hal ini anggota Kadin).
Ia berharap, kerjasama Kadin dengan pemerintah dapat ditingkatkan, mengingat “pemain” pariwisata lah yang tentunya lebih tahu tantangan dan masalah yang dihadapi di lapangan.
Sam Salam juga mengingatkan, wisatawan dari luar negeri yang jauh dari Indonesia seperti Eropa, China dan lainnya tentunya belum bisa terlalu diharapkan kehadirannya untuk melancong ke Indonesia, khususnya ke Sumbar mengingat mereka harus mengikuti protokol kesehatan selama berada di atas pesawat, antara lain harus mengenakan masker 10 sampai 15 jam.
"Bayangkan jika seseorang mengenakan masker selama 15 jam di pesawat. Bisa saja orang tersebut bakalan “sakit” karena harus menghirup “nafas” sendiri berjam-jam lamanya," ujar Sam Salam berkelakar.
(ede)