JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan kajian terkait program Kartu Pra Kerja. Dalam salah satu hasil kajiannya, KPK menyimpulkan program ini berpotensi merugikan keuangan negara. Benarkah demikian?
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo meyakini program ini sudah merugikan negara. Alasannya karena sudah ada anggaran yang dikeluarkan untuk mitra program tersebut dan KPK juga menyimpulkan adanya unsur konflik kepentingan dari program ini.
"Nah kalau anggaran sudah keluar, pelanggaran hukum sudah terjadi, tentu kita bisa anggap ini ada kerugian negara. Kalau kemudian Ketua KPK di dalam rapat dengar pendapat tertutup dengan Komisi III bilang belum ada kerugian negara, mungkin maksudnya itu belum ada auditnya," kata Topan dalam diskusi virtual bertajuk 'Akankah Temuan Berujung Pada Mega Skandal 5,6 T Kartu Pra Kerja?', Kamis (25/6/2020).
BACA JUGA: KPK Minta Stop Dulu Program Kartu Prakerja..
Sebagaimana diketahui, meski KPK sempat menyimpulkan program ini berpotensi merugikan keuangan negara, namun setelah menggelar rapat tertutup dengan DPR RI hari ini, Ketua KPK Firli Bahuri langsung mengoreksi kesimpulannya dan menyebut belum ada kerugian negara yang hilang hingga hari ini dari program tersebut.
Untuk itu, Topan justru semakin yakin bahwa program tersebut sudah menyebabkan kerugian negara. Bila diaudit secara benar, pasti akan nampak berapa nilai kerugian yang dibuat oleh program Kartu Pra Kerja tersebut.
"Nah, ketika ada audit pasti akan ditemukan itu berapa nilai kerugian negaranya. Karena ini sekali lagi, seperti yang saya bilang, ini akal-akalannya pemerintah, penguasa yang pegang program ini pengin ngasih langsung duit ke swasta, tapi jangan langsung nanti ketahuan, kelihatan sekali bocornya, oleh karena itu, diputarlah sedikit caranya, bagaimana ya dengan skema ini," katanya.
BACA JUGA: Bikin Ngakak! Ini Dia Ragam Pelatihan Berbayar di Kartu Prakerja
Lalu, Topan menjabarkan potensi kerugian yang dibuat oleh program tersebut. Salah satunya soal insentif survei kebekerjaan. Survei ini dilakukan sebagai feedback efektivitas program dan setiap peserta yang mengisi survei itu mendapat insentif sebesar Rp 150 ribu. Menurut Topan, skema pemberian insentif kepada peserta ini sebagai pemborosan dan justru menguntungkan mitra program Kartu Pra Kerja.
"Ini juga aneh, ada skema dana untuk survei online yang itu juga diberikan ke mitra platform, 1 orang itu dapat Rp 150 ribu jadi kalau dikali 5,6 juta orang itu akan ada Rp 840 miliar tambahan dana dari Rp 5,6 triliun. Dan ini siapa yang menikmati, lagi-lagi mitra platform (Kartu Pra Kerja). Padahal survei itu gratis tidak bayar Rp 150 ribu kalau kita pakai survei-survei dari platform lain. Banyak yang free untuk survei itu," paparnya.
Kommit Tata Kelola Program Berjalan Baik
Akan tetapi, seluruh anggapan Topan tersebut dibantah langsung oleh Direktur Komunikasi Manajemen Pelaksana Prakerja Panji Winanteya Ruky. Apalagi KPK secara terang-terangan telah memastikan bahwa tidak ada kerugian negara yang dibuat oleh program Kartu Pra Kerja tersebut.
"Pastinya manajemen pelaksana senantiasa berkomitmen agar tata kelola program berjalan dengan baik, transparan dan akuntabel," tegas Panji, Kamis (25/6/2020).
Sebab,program ini dibuat sedemikian rupa untuk membantu masyarakat terutama yang terdampak COVID-19. "(Program Kartu Pra Kerja) ini juga menjalankan arahan Presiden agar berjalan untuk membantu masyarakat yang terdampak ekonominya," tambahnya.
Terkait survei kebekerjaan dipastikan tidak dibuat untuk menguntungkan mitra melainkan justru untuk para peserta.
"Survei adalah upaya mendapatkan umpan balik dan evaluasi terhadap program (Kartu Pra Kerja) agar dapat terus diperbaiki efektivitasnya. Seluruh insentif juga digunakan untuk meringankan biaya hidup atau modal usaha, biaya mencari kerja dan lain-lain," katanya.
Sumber: detik