BOGOR, JABAR -- Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kota Bogor menggelar rapat koordinasi terkait penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di masa transisi yang berlangsung di ruang Paseban Sri Bima, Balaikota Bogor, Rabu (27/5/2020).
Dalam pertemuan tersebut dihadiri oleh Wali Kota Bogor Bima Arya, Ketua DPRD Kota Bogor Atang Trisnanto, Kapolresta Bogor Kota Kombes Pol Hendri Fiuser, Dandim 0606/Kota Bogor Kolonel Teguh Cahyadi, Kepala Kejaksaan Negeri Kota Bogor Bambang Sutrisna, Dandenpom III/1 Bogor Letkol CPM Sugiarto, Wakil Wali Kota Bogor Dedie Rachim, Sekda Kota Bogor Ade Sarip Hidayat, Dewan Masjid Indonesia, Kantor Kementerian Agama Kota Bogor dan para Camat.
Menurut Bima Arya, seluruh langkah Pemkot Bogor itu berpedoman pada tiga unsur, yakni Gugus Tugas Nasional yang dipimpin oleh Letjen TNI Doni Monardo, Gubernur Jawa Barat dan Gubernur DKI Jakarta.
“Jawa Barat karena kami secara administratif berkoordinasi dengan Jawa Barat. Sementara DKI Jakarta karena secara teritori, Kota Bogor ini terkoneksi dengan Jakarta. Komunikasi dengan tiga unsur ini nadanya sama. Memberikan ruang kepada pemerintah kota untuk melakukan kebijakan yang sifatnya diskresi terkait dengan perkembangan melandainya Kota Bogor atau masuk kategori kuning,” ungkap Bima.
“Pak Doni bahkan menyampaikan bahwa ketika saya meminta arahan, beliau sampaikan bahwa sangat mungkin Kota Bogor membuat kebijakan diskresi terkait dengan diizinkannya 60 persen bidang ekonomi beroperasi di zona kuning. Itu pun disampaikan oleh Pak Gubernur. Jadi, dari konteks itu kemudian kami menyusun untuk melakukan draft Peraturan Wali Kota. Kami memutuskan untuk memberikan itu kepada pasar, toko non-pangan untuk memberdayakan ekonomi warga,” tambahnya.
Matangkan Protokol di Masjid
Dalam pertemuan tersebut juga Bima Arya meminta Bagian Hukum dan HAM Sekretariat Daerah Kota Bogor untuk berkoordinasi dengan Dewan Masjid Indonesia (DMI), Kantor Kementerian Agama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bogor untuk menyusun formula dan protokol kesehatan bagi masjid yang diperbolehkan melaksanakan sholat berjamaah.
“Ada keinginan dari jamaah untuk melakukan protokol kesehatan yang ketat untuk beribadah di masjid. Secara prinsip kami menyepakati itu. Saya minta Pak Kyai Ade Sarmili, Ustadz Dede untuk membantu tim hukum merumuskan protokol ibadah di masjid. Jadi supaya diksinya menjadi pegangan teman-teman DKM di wilayah. Masjid mana yang sudah boleh dan harus menerapkan apa, selain masjid juga berfungsi sebagai pusat edukasi dan bantuan sosial bagi warga sekitar,” ujar Bima.
Di tempat yang sama, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kota Bogor KH Ade Sarmili menyatakan bahwa jumlah masjid di Kota Bogor ada 875 unit.
“Hampir 80 persen masjid sudah disiplin dengan PSBB sejak tahap pertama hingga ketiga kemarin. Hanya daerah tradisional yang masih melakukan aktivitas keagamaan,” ungkap Ade.
“Alhamdulillah sebagian besar paham. Tidak ada satupun kalimat dr fatwa MUI yang memerintahkan menutup masjid, tidak ada yang menyuruh MUI untuk tidak beribadah, Islam tidak menyulitkan apapun. Jamaah bisa beribadah di rumah,” tambahnya.
Terkait penyesuaian protokol kesehatan, kata Ade, DMI akan menyesuaikan masjid-masjid mana saja yang sudah boleh melaksanakan ibadah berjamaah.
“Ada kategori masjid sektor, yakni masjid yang berada di perusahaan atau instansi. Ada masjid publik yang ada di wilayah-wilayah. Hasil kesepakatan sementara bagi masjid yang bersentuhan sangat tinggi dengan masyarakat yang datang dari luar Bogor, yang dipinggir jalan, kemanapun orang bisa mampir, Masjid Raya misalnya (di Jalan Pajajaran, Baranangsiang), itu kan jalur mudik, itu tidak untuk umum dulu,” jelasnya.
Untuk masjid di perkampungan, lanjutnya, relatif bisa mendeteksi warganya sendiri. “Itu kemudian diberi ruang, itu dengan protokol yang sangat ketat, kita masih matangkan dan susun protokolnya seperti apa. Ini angin baru,” tandasnya.
Cek Resto dan Toko Non-Pangan
Usai rapat koordinasi, Wali Kota Bogor Bima Arya melanjutkan kegiatan dengan mengecek sejumlah rumah makan dan toko non-pangan yang boleh beroperasi, namun tetap dengan protokol kesehatan ketat.
“Kita belum masuk ke fase ‘Normal Baru’ atau ‘Protokol Baru’. Belum. Walau toko non-pangan dan rumah makan sudah bisa dibuka, tetap harus ketat protokol kesehatannya. Jaga jarak, dan batasi kapasitas pengunjung. Walau kurva sudah landai tapi situasi belum bisa dikatakan aman. Harus antisipasi lonjakan kasus apabila disiplin kendor. Petugas akan terus patroli pastikan tegaknya protokol kesehatan,” ungkap Bima.
Sejumlah toko dan rumah makan yang dicek Bima Arya adalah Ria Busana di Pasar Anyar, toko baju di Dewi Sartika, Bebek Goreng H Slamet, Bumi Aki, Raindear Coffee, Sop dan Sate Kumis Pak Kumis dan Warung Bogor. Tampak mereka sudah membatasi jumlah kunjungan hingga 50 persen, memeriksa setiap pengunjung dengan pengukur suhu dan menyiapkan tempat cuci tangan serta hand sanitizer.
“Terimakasih untuk rumah makan dan toko yang sudah mulai berlakukan protokol kesehatan ketat. Semoga bisa dipertahankan. Semua tetap akan kita evaluasi untuk menentukan fase berikutnya, setelah 4 Juni 2020. Insya Allah kita kawal sama-sama. Karena yang menentukan fase berikutnya bukan hanya pemerintah, tapi perilaku dan sikap kita semua,” pungkasnya.
Sumber: Prokopim