Oleh: Dr. H. Ahmad Fahrur Rozi *
LOCKDOWN akhir-akhir ini adalah kata yang paling sering kita baca atau dengar terutama di media sosial sebagai efek dari derasnya pemberitaan akibat virus corona. Pemerintah aktif memberikan himbauan agar warga lebih banyak berdiam di rumah dan membatasi pergaulan sosial.
Namun tahukah anda bahwa sebenarnya lockdown juga pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW untuk menjadi kunci keselamatan di akhir zaman?
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan dari sahabat Uqbah bin Amir, dia pernah bertanya kepada Nabi Muhammad SAW: Wahai Rasulullah, apakah kunci keselamatan itu? Rasulullah menjawab : Jagalah lisanmu, diamlah di rumahmu dan tangisi dosa-dosamu ( HR. Imam Tirmidzi, Hadist Hasan)
Dalam hadits ini, sahabat Uqbah bin Amir RA bertanya tentang apa saja yang bisa menyelamatkan manusia di dunia ini dan di akhirat serta bagaimana seseorang akan bisa mendapatkannya dan menyelamatkan dirinya?
Kemudian Nabi memberikan jawaban tiga hal yang sederhana, pertama jagalah lisanmu, artinya tahan diri dari berbagai kejahatan dan keburukan lisan di era penuh fitnah ini. Setiap kita seharusnya senantiasa berupaya menjaga diri dari berbicara atau menuliskan komentar yang tidak jelas manfaatnya. Iya, tulisan dari jari kita bisa mewakili lisan melalui akun media sosial atau lainnya.
Kita tidak perlu berbicara atau menulis status di FB atau WAG kecuali dalam hal-hal yang memang kita berharap ada manfaat untuk agama, bangsa dan negara, khususnya dalam situasi seperti sekarang ini.
Ketika kita melihat bahwa suatu perkataan atau berita itu tidak bermanfaat, maka kita harus menahan diri dari merespons, men-share ataupun berkomentar terhadap berita yang belum pasti benar apalagi yang jelas hoax. Kalaupun itu bermanfaat, kita pun masih perlu merenungkan: apakah ada manfaat lain yang lebih besar jika kita tidak membicarakannya?
Imam Nawawi berkata: Ketahuilah bahwa hendaknya setiap orang mukallaf menjaga lisannya dari seluruh perkataan, kecuali perkataan yang memang tampak ada maslahat di dalamnya. Ketika sama saja nilai maslahat antara berbicara atau diam, maka yang dianjurkan adalah tidak berbicara (diam). Hal ini karena perkataan yang mubah bisa menyeret kepada perkataan yang haram, atau minimal (menyeret kepada perkataan) yang makruh. Bahkan inilah yang banyak terjadi atau mayoritas keadaan demikian. Sedangkan keselamatan itu tidaklah ternilai harganya.” (Kitab Al-Adzkaar, hlm. 284)
Namun di zaman penuh kesedihan akibat virus corona saat ini, kita masih saja melihat betapa banyak orang yang ceroboh dalam memposting tanpa memastikan validitas informasi atau berkomentar di medsos menebar ketakutan hingga kemudian tulisan-tulisan itu menyesatkan banyak pihak dan kemudian berbuah penyesalan ketika bermasalah hukum dengan UU ITE.
Setelah terjerat masalah hukum barulah sibuk klarifikasi sana-sini, mencari-cari alasan agar bisa dimaklumi, atau meminta maaf atas perasaan orang, saudara atau teman yang terluka atas komentar dan ucapannya.
Sesuatu yang harusnya tidak perlu terjadi mana kala mereka mau selalu menimbang dan berpikir atas setiap ucapan dan komentar yang hendak mereka ucapkan dan tuliskan.
Dalam musim kepanikan, diam justru menjadi solusi yang lebih baik untuk tidak memperkeruh keadaan. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam, barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah ia menghormati tetangganya, barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah ia memuliakan tamunya." (HR. Bukhari Muslim).
Jawaban Rasulullah yang kedua adalah "diamlah di rumah". Artinya: berusahalah untuk lebih banyak berdiam diri di rumah dan gunakan waktumu untuk beribadah atau hal bermanfaat lainnya.
Minggu yang lalu (15 Maret 2020), Presiden Jokowi di Istana Bogor menghimbau masyarakat untuk bekerja dari rumah, beribadah di rumah untuk mencegah meluasnya ancaman penularan virus corona.
Memang, berkumpul telah menjadi tradisi masyarakat Indonesia. Silaturahmi antar sesama menjadi bagian sehari-hari. Namun pada kondisi saat ini diperlukan sebuah kedewasan berpikir. Mencegah jauh lebih baik daripada mengobati. Disinilah saatnya kita menahan diri di rumah, memanfaatkan kemajuan teknologi agar masih dapat bersilaturahmmi dan melakukan berbagai aktifitas dari rumah.
Mari kita lihat pertumbuhan orang yang tertular di Indonesia yang begitu pesat dan mengejutkan. Pada 2 Maret 2020, hanya ada 2 orang yang dinyatakan positif corona. Dan kini Per 22 Maret 2020, sudah ada 514 orang yang positif corona. Kenaikannya sangat signifikan.
Berdiam diri dirumah atau Sosial Distancing di saat wabah pandemi ini juga mempunyai nilai ibadah dan mendapatkan pahala.
Dalam sebuah hadist riwayat Imam Bukhari dijelaskan, bahwa Rasulullah SAW bersabda :
عن عائشة أم المؤمنين رضي الله عنها قالت : سألتُ رسولَ اللهِ ﷺ عن الطاعونِ ، فأخبَرَني رسولُ اللهِ ﷺ: أنَّه كان عَذابًا يَبعَثُه اللهُ على مَن يَشاءُ، فجعَلَه رَحمةً للمُؤمِنينَ، فليس مِن رَجُلٍ يَقَعَ الطاعونُ فيَمكُثُ في بَيتِه صابرًا مُحتَسِبًا يَعلَمُ أنَّه لا يُصيبُه إلّا ما كَتَبَ اللهُ له إلّا كان له مِثلُ أجْرِ الشَّهيدِ.
"Diceritakan dari A'isyah r.a.: Saya bertanya kepada Nabi Muhammad saw tentang wabah tha'un . Beliau menjawab: "Sesungguhnya tha'un itu peringatan Allah bagi siapa saja yang Dia kehendaki dan rahmat bagi orang-orang beriman. Tiada orang yang pada saat musim wabah tha'un melanda dan dia berdiam diri di rumah dengan sabar dan beribadah kepada Allah, meyakini bahwa dia tidak akan terkena suatu bencana kecuali atas takdir Allah atas dirinya, maka dia akan dicatat mendapatkan pahala orang syahid".
Imam Ibnu Hajar memberikan komentar atas hadist tersebut sesuai maknanya hadist, bahwa siapapun yang melakukan diam diri di rumah di saat wabah melanda dengan sabar, maka dia mendapatkan pahala mati syahid meskipoun dia tidak meninggal. (Fathul Bari 10/194 )
Nasehat Rasulullah SAW yang ketiga adalah; Menangislah Atas Dosa-dosamu. Maknanya bertobatlah dari dosa-dosa masa lalu dengan tangisan penyesalan sejati sebagai bukti kesungguhan atas pertaubatan. Kemudian berupayalah berubah untuk memperbaiki diri di masa yang akan datang.
Sudah saatnya bagi kita untuk intropeksi diri, bertaubat dan memperbanyak istighfar kepada Allah SWT. Bencana-bencana ini terjadi sebagai peringatan Allah SWT agar manusia bertaubat karena mereka telah banyak lalai dengan urusan dunia dan melupakan Allah dan ajaran-ajaran-Nya.
Cobaan adalah salah satu bentuk panggilan untuk kembali kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, dengan beristighfar memohon ampun atas segala dosa-dosa, niscaya Allah akan mengabulkan istighfar mereka, menghentikan bala’ dan bencana sesuai dengan firman Allah : “Dan Allah sekali-kali tidak akan mengadzab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun”. ( Qs Al Anfal : 33 ).
Berkata Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu ketika menafsirkan ayat di atas: "Dulu para sahabat mempunyai dua penolak bala’, yaitu keberadaan Nabi Besar Muhammad Shallallahu 'alaihi Wassaalam dan Istighfar, maka ketika Rasulullah SAW meninggal dunia, penolak bala’ itu tinggal satu, yaitu istighfar."
Semoga dengan memperbanyak istighfar wabah ini segera berakhir dan kita semua diberikan kesehatan yang prima oleh Allah SWT. Amiin Yaa Rabbal'aalamiin..
* Penulis adalah Pengasuh Pondok Pesantren Annur 1 Bululawang Malang yang juga Wakil Ketua PWNU Jatim