Oleh: Andi Elsa
Salam bahagia selalu buatmu, Keiy.
Keiy, bagaimana kabarmu? Semoga kamu sehat selalu, damai, sejahtera. Serta selalu dalam Cinta Kasih-Nya. Aamiin.
Alhamdulillah ya Keiy, kita bisa ketemu lagi? Meski baru bisa via WA. Bahkan mungkin kita amat sangat jarang ketemu.
Tapi bagi aku sudah cukup bahagia kamu mau menerimaku sebagai sahabat. Oke.
Keiy..., aku mau cerita masa laluku. Mungkin bagi kebanyakan orang masa lalu adalah sebuah cerit basi yang tidak perlu diungkap lagi. Tapi Keiy, kali ini ku berharap kamu bisa menerima masa laluku.
Kuawali ya Keiy, cerita masa laluku?
Keiy, di tahun 2010 (kalau tidak salah), kami pindah dari Yogya ke Palembang. Enam bulan kemudian, dari Palembang ke Bogor. Tiga bulan kemudian ke Depok. Lanjut Tanggerang. Sekarang aku berdomisili di Bogor.
Keiy, amat terasa letih. Letihnya lahir batin. Apalagi saat itu keadaan suamiku sedang sakit. Daya ingatnya menurun. Bicaranyapun sudah lemah. Keadaan ekonomi tidak stabil. Di tahun itu aku dan keluarga boleh dibilang berada di titik nadir. Bahkan menurutku di bawah titik nadir.
Keiy..., airmata ini sudah tidak mengenal waktu dan tempat. Tertumpah dimana-mana. Tak terbendung. Bagaikan mata air yang lepas krannya.
Namun Keiy.., jiwaku berjuang sekuat hati terduduk menunduk mengurai air mata di setiap fardhu-ku dan sunah.
Disamping itu, deraian airmata ini tertumpah di hati Ataya. Ia saudara dari keponakanku Bang Iwa. Ataya tidak pernah menghentikan airmataku.
Senyum lembutnya sudah membuatku sedikit reda.
Hampir sehari tiga kali aku ke rumah Ataya, yang kebetulan rumahku berdekatan dengan rumah Ataya.
Sepertinya tidak pernah selesai cerita kondisiku pada Ataya.
Setiap usai curhat ke Ataya, aku mau pamit pulang. Aku memeluk Ataya dan ia memelukku dengan erat sambil berbisik, "Rayna, sabar ya menghadapi ini semua? Nanti Rayna aka merasakan manisnya sabar!"
Keiy..., saat itu Ataya mengatakan hal itu buatku. Aku belum bisa menerima kenyataan. Hatiku pun terasa tidak kuat menerima kondisi yang sama sekali tak terduga.
Keiy... keadaan suamiku sakit. Tentunya ia tidak bisa memberiku nafkah. Kondisi yang kualami ini, aku berupaya mandiri dengan menerima pesanan kering kentang, bawang goreng, rendang atau apa saja yang aku bisa untuk memenuhi kebutuhan kami sehari-hari.
Anakku Attala kala itu sudah kerja tapi tiap bulan belum bisa lebih membantu ekonomi keluarga. Aku sangat bersyukur Attala sudah kerja sebagai fotografer di sebuah studio foto. Ia bekerja diajak kawannya.
Keiy, aku berupaya mandiri meski kondisi kami berada di zona tidak nyaman. Alhamdulillah Tuhan selalu memberi rezeki buat kami sekeluarga dari pintu-pintu-Nya yang tak terduga.
Keiy, awalnya aku tidak bisa menerima kondisi yang kualami. Hampir setiap hari selama satu tahun dimana saja dan kapan saja saat rongga dada ini sesak dengan keadaanku, aku menjerit, meronta pada Tuhan, "Ya Tuhan! Mengapa Engkau kembalikan aku ke Bogor dengan kondisi tidak nyaman? Merepotkan kakak-kakakku, sahabat juga teman-temanku.
Keiy.., aku menjerit ... meronta seperti itu, karena kami sekeluarga selama dua puluh tahun sebelum suami sakit, aku belum pernah mengeluh, meminta-minta maupun meminjam uang untuk keperluan keluarga atau hal lainnya. Begitupun selama Mas Raya suamiku sakit aku tak pernah meminta bantuan kepada siapa pun.
Keiy, yang membuat hatiku perih... pedih.., di antara saudara, sahabat atau teman mereka tak lagi mau menyapaku. Terbukti ketika aku WA atau telpon mereka tidak merespons.
Pedih ya Keiy? Tapi lewat proses waktu, kegetiran itu perlahan terkikis. Hatiku mengatakan bahwa Tuhan menghadirkan kondisiku seperti ini, berarti Dia ingin memberitahu padaku sahabat-sahabat hatiku. Tanpa peristiwa ini, aku tidak pernah tahu sahabat-sahabat hatiku dan sahabat-sahabat Mas Raya yang penuh cinta.
Keiy.., hal ini kuceritakan pada Attala. "Attala, ketika Abi masih sehat banyak orang yang menawarkan Abi datang ke rumahnya. Ketika Abi tak lagi bisa beraktivitas di antara mereka, ada yang kurang bersahaja sama Abi!"
Keiy, jawaban Attala di luar dugaan, "Umi, suatu hal wajar!"
Keiy, jawaban Attala menyadarkan aku bahwa hanya sedikit orang yang mau menerima seseorang dalam keadaan sulit atau susah hati.
Keiy, sahabat hati yang penuh cinta tidak akan pernah hatinya meninggalkan sejengkal pun dimana sahabatnya sedang terpuruk.
Keiy, maafkan aku ya? Aku sudah mengambil waktumu dengan cerita masa laluku.
Semoga cerita masa laluku ini bukan menjadikan kisah yang sedih buatku juga buatmu. Kisah ini menjadikan kita rendah hati, peduli kepada orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Juga berupaya membuat orang bahagia.
Keiy.., semoga Tuhan selalu mengetuk hati kita selalu berbuat baik dan bermanfaat bagi banyak orang serta selalu ada cinta hati.
Bintaro, 6 Juni 2019
2 Syawal 1440 H
Salam hatiku,
Rayna