Oleh: H. Hendri, SAg, MPd
# Kepala Kanwil Kemenag Sumatera Barat
SEBUAH lembaga pendidikan yang bagus tentunya memiliki visi dan misi yang jelas, sehingga siapapun masuk ke lembaga tersebut sudah bisa membayangkan, akan jadi apa dia setelah menamatkan pendidikan di sana. Sebagai contoh, seorang anak masuk ke pesantren, dia sudah membayangkan kelak dia akan jadi ulama. Atau, masuk ke sekolah penerbangan, kelak dia akan menjadi pilot. Atau lagi, sekolah kedokteran dan lain sebagainya.
Ramadhan sebagai sebuah lembaga atau wadah pendidikan untuk umat Islam tentunya juga memiliki visi dan misi yang jelas, sehingga siapapun yang masuk kepada ramadhan diharapkan di akan menjadi seorang muslim atau muslimah sesuai dengan visi diharapkan, dengan menjalankan misi yang sudah ditentukan untuk mewujudkan visi tersebut.
Visi Ramadhan yakni terwujudnya hamba yang bertaqwa kepada Allah Swt. Sedangkan visi ramadhan, seperti dijelaskan dalam surat Al Baqarah ayat 183, yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. Kata kunci dalam ayat ini, “agar kamu bertaqwa”. Jadi visi ramadhan, tak lain adalah keinginan menjadikan umat Islam sebagai umat yang bertaqwa kepada Allah Swt.
Allah menggunakan verba tattaquun dan bukan nomina muttaqun, ini menunjukkan bahwa takwa adalah sebuah proses yang dinamis dan tidak pernah berhenti sepanjang hidup.
Ijazah lulusan madrasah ramadhan tidak diberikan oleh lembaga apapun dalam secarik kertas, tapi diberikan oleh Allah Swt dalam bentuk perubahan sikap dan tingkah laku, sehingga tercapai derajat taqwa dalam diri.
Hasil setelah ramadhan akan terlihat tingkat kepatuhannya pada Allah akan meningkat dalam bentuk mengikuti segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Artinya, itu semua akan terlihat pada kepekaan spiritual atau semakin tingginya kedekatan seseorang kepada Allah, yang dengan sendirinya akan teraplikasi pada semakin bagusnya kepekaan terhadap lingkungan, dalam bentuk hubungan dengan sesama manusia dan makhluk Allah lainnya.
Hubungan baik dengan Allah dan manusia (Hablun minallah dan hablun minannas) saling terkait satu sama lain. Orang yang dekat dengan Allah akan memancarkan sifat-sifat Allah, salah satunya yang paling utama adalah sifat kasih dan sayang (rahman – rahim).
Orang yang benar-benar dekat dengan Allah pasti terdorong untuk dekat dengan makhluk-makhluk-Nya. Orang yang mencintai Allah pasti mencintai sesama manusia yang merupakan ciptaan Allah.
Allah berfirman dalam surat Ali Imran yang artinya, “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.” (QS. Ali Imran 112).
Islam memiliki ajaran yang membentangkan dua bentuk hubungan harmonis yang akan membawa kemuliaan dan keselamatan manusia di sisi Allah subhanahu wata’ala, yaitu: Tata hubungan yang mengatur antara manusia dengan Tuhannya dalam hal ibadah (ubudiyah) atau yang populer dikatakan dengan hablun minallah. Tata hubungan yang mengatur antara manusia dengan makhluk yang lainnya dalam wujud amaliyah sosial
Guna mencapai visi ramadhan
agar terwujudnya tujuan dari ramadhan, maka perlu melakukan langkah-langkah dalam bentuk misi yang harus dijalankan.
Pertama, meningkatkan kualitas puasa, agar puasa mampu merobah prilaku diri kepada yang lebih baik. Rasulullah SAW bersabda, "Banyak orang berpuasa hanya memperoleh lapar dan dahaga." Hadits ini mengingatkan agar orang yang berpuasa melakukan interopeksi terhadap kualitas puasanya. Dalam hal ini Imam Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin memilah puasa menjadi tiga tingkatan: Shaumul umum, shaumul khusu dan shaumul khususis khusus. Ketiganya bagaikan tingkatan tangga yang menarik orang berpuasa agar bisa mencapai tingkatan yang khususil khusus.
Puasa orang awam, adalah menahan makan dan minum dan menjaga kemaluan dari godaan syahwat. Tingkatan puasa ini menurut Al-Ghazali adalah tingkatan puasa yang paling rendah, kenapa? Karena dalam puasa ini hanyalah menahan dari makan, minum, dan hubungan suami istri. Kalau puasanya hanya karena menahan makan dan minum serta tidak melakukan hubungan suami isteri di siang hari, maka kata Rasulullah Saw puasa orang ini termasuk puasa yang merugi yaitu berpuasa tapi tidak mendapatkan pahala melainkan sedikit, “banyak orang berpuasa tapi tidak mendapatka pahala berpuasa, yang ia dapatkan hanya lapar dan dahaga.”
Puasanya orang khusus adalah selain menahan makan dan minum serta syahwat juga menahan pendengaran, pandangan, ucapan, gerakan tangan dan kaki dari segala macam bentuk dosa,” tulis Imam Ghazali. Maka puasa ini sering disebutnya dengan puasa para Shalihin (orang-orang saleh).
Menurut Al- Ghazali, seseorang tidak akan mencapai kesempurnaan dalam tingkatan puasa kedua ini kecuali harus melewati enam hal sebagai prasayaratnya, yaitu menahan pandangan dari segala hal yang dicela dan dimakruhkan. Menjaga lidah dari perkataan yang sia-sia, berdusta, mengumpat, berkata keji, dan mengharuskan berdiam diri.
Puasa khususnya orang yang khusus adalah puasanya hati dari kepentingan jangka pendek dan pikiran-pikiran duniawi serta menahan segala hal yang dapat memalingkan dirinya pada selain Allah SWT.
Kedua, nemperbanyak qiyamul lail selama ramadhan, Bulan Ramadan merupakan bulan ibadah dan momen mendekatkan diri kepada Allah. Di bulan ini pahala amal ibadah dilipatgandakan Allah. Oleh karena itu, setiap waktu di bulan Ramadan sebaiknya diisi dengan ibadah. Apabila siang hari diisi dengan ibadah puasa, maka pada malam hari hendaknya diisi dengan qiyamul lail.
Qiyamul lail artinya menghidupkan waktu malam dengan beribadah kepada Allah, baik dengan shalat, membaca Alquran, zikir dan lain sebagainya. Allah menjanjikan ampunan kepada siapa saja yang menghidupkan waktu malam di bulan Ramadan dengan ibadah. Dalam hadis riwayat imam al-Bukhari dari Abu Hurairah, dia barkata bahwa Nabi Saw. bersabda “Barang siapa yang menghidupkan waktu malam (qiyamul lail) pada bulan Ramadan karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
Waktu qiyamul lail dimulai sejak waktu isya tiba sampai terbit fajar subuh. Sehingga seseorang yang melaksanakan shalat tarawih dan shalat witir setelah shalat isya, lalu tadarus Alquran di masjid dan zikir pada saat sahur sudah dinilai menghidupkan qiyamul lail.
Hadirnya ramadhan satu kali dalam satu tahun adalah untuk menempa diri seorang muslim agar menjadi hamba Allah yang bertaqwa. Maka manfaatkan pelatihan satu bulan ini dengan sebaik-baiknya, karena kita belum tahu apakah tahun depan masih akan bertemu dengan bulan yang penuh berkah ini. Semoga Allah memberi hidayah dan ma’unah-Nya. Amiin Yaa Rabb.
***