JAKARTA -- Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) segera bertemu dengan pemerintah daerah untuk menindaklanjuti pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negeri (ASN) menjelang Pemilu 2019. Kementerian bakal melihat indikasi dan skala dari setiap pelanggaran yang dilakukan.
"Setelah itu, baru kami akan selesaikan, jadi bukan sembarangan menilai tanpa melihat labelnya," kata Menteri PAN-RB, Syafruddin, dalam dalam konferensi pers di Kantor Kemenpan RB, Senayan, Jakarta, Kamis (18/4/2019).
Sebelumnya, Badan Kepegawaian Negara (BKN) telah mencatat adanya 990 kasus pelanggaran netralitas yang dilakukan ASN. Pelanggaran itu dilakukan sejak Januari 2018 sampai dengan Maret 2019, atau semenjak perhelatan Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada hingga Pemilu Presiden dan Legislatif 2019.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat BKN Mohammad Ridwan, mengatakan pelanggaran netralitas yang paling banyak dilakukan ASN, dilakukan melalui media sosial (medsos), mulai dari menyebarluaskan gambar, memberikan dukungan, berkomentar, sampai mengunggah foto untuk menyatakan keberpihakan terhadap pasangan calon tertentu.
“Dari jumlah pelanggaran yang diterima, 99,5 persen didominasi pegawai instansi daerah yang meliputi provinsi, kabupaten, dan kota. Total angka kasus itu di luar dari laporan yang diterima BKN melalui laman pengaduan LAPORBKN, email Humas, dan medsos,” kata Ridwan dalam keterangan BKN yang disebarluaskan di laman resmi Sekretariat Kabinet pada Jumat, 12 April 2019.
Khusus untuk kasus netralitas ASN berupa pemberian dukungan kepada pasangan calon tertentu, bentuk sanksi diatur dalam Peraturan Pemerintah 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Sipil. Adapun tingkat sanksi yang dikenakan mulai dari pemberian hukuman disiplin sedang, sampai berat.
Secara terperinci dalam Pasal 7 angka 3 dan 4 disebutkan bahwa penjatuhan hukuman disiplin sedang akan dilakukan melalui penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun, penundaan kenaikan gaji berkala, dan penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama satu tahun. Sementara untuk hukuman disiplin berat dilakukan melalui pembebasan jabatan, penurunan pangkat selama tiga tahun, sampai dengan pemberhentian.
Syafruddin menyadari bahwa kebanyakan pelanggaran ASN dilakukan melalui media sosial. Oleh karena itu, kata dia, diperlukan aturan yang lebih tegas lagi. Tapi di sisi lain, Ia tak ingin mengekang kebebasan masyarakat, apalagi kebebasan pers. "Jadi akan kami atur sedemikian rupa, ini menjadi otokritik bagi kami," katanya, seperti dilansir dari merdeka.com.
(mdk/fjr)