JAKARTA -- Hasil jajak pendapat beberapa lembaga survei menunjukkan dua partai lama yang kini menduduki kursi di DPR, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), terancam tidak lolos ambang batas parlemen alias parliamentary threshold sebesar 4% suara.
Hasil survei terbaru Charta Politika pada 19-25 Maret 2019 menunjukkan PAN hanya mengantongi 3,3% suara, sedangkan PPP 2,4% suara.
Sebelumnya, hasil survei Litbang Kompas (22 Februari-5 Maret 2019) memperlihatkan PAN meraih 2,9% suara, PPP 2,7% suara.
Adapun hasil survei Vox Populi (5-15 Maret 2019) memaparkan bahwa PAN meraih 3,9% suara, PPP 2,9%.
Dari ketiga survei ini, PAN dan PPP secara konsisten bersanding dengan partai-partai baru di bawah ambang batas parlemen, yakni Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Perindo, Garuda, dan Berkarya.
Padahal, dalam pemilu 2014, PAN dan PPP lolos parliamentary threshold .
Apa penyebabnya?
Penyebab mengapa PAN dan PPP tidak masuk ambang batas parlemen, salah satunya karena pengaruh mesin partai yang lemah.
Menurut Direktur Riset Charta Politika, Muslimin, kegiatan sosial serta kunjungan tim parpol dan caleg kurang dirasakan oleh masyarakat.
Dari hasil survei Charta Politika, para responden melihat intensitas kegiatan caleg-caleg PAN dan PPP berada di bawah PDIP, Gerindra, Golkar, PKB, dan Nasdem.
"Karena 34,6% responden kita menjawab, mereka memilih partai politik itu karena faktor figur calegnya. Sehingga kerja caleg, dalam dua minggu terakhir, punya potensi untuk mengangkat suara partainya," kata Muslimin kepada BBC News Indonesia.
Khusus PPP, dalam survei Charta Politika, mengalami tren penurunan pemilih.
Kata Muslimin, survei dilakukan bersamaan dengan penangkapan mantan Ketua Umum PPP, Rohamurmuziy oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Saya harus katakan ini pengaruh OTT (operasi tangkap tangan) Romy yang membuat penurunan angka elektabilitas PPP," katanya.
Hal ini diakui salah satu loyalis PPP, Faisal yang bermukim di kawasan Jakarta Pusat.
Ia mengaku senantiasa memilih PPP sejak Orde Baru, tapi sekarang mempertimbangkan beralih ke partai lain lantaran kasus yang menimpa mantan ketua Umum PPP, Romahurmuziy.
"Kalau ketua umumnya kena gitu kan, ke bawahnya kena-lah," katanya.
Tak percaya hasil survei
Namun, Wakil Sekjen PPP, Ahmad Baidowi, justru mempertanyakan hasil survei Charta Politika.
Ia menyebutkan dua lembaga survei yang melakukan survei dalam kurun waktu yang hampir bersamaan, yaitu Polmark dan Indikator Politik Indonesia.
Hasil kedua lembaga survei tersebut menunjukkan PPP mendapat elektabilitas di atas 4% alias lolos ambang batas parlemen.
"Itu kan pertanyaan buat lembaga survei. Dua lembaga survei menyatakan PPP 4% lebih. Selebihnya 2%, ada apa? Pesanan atau bukan?" kata Baidowi, Kamis (04/04).
Hal yang sama diungkapkan politikus PAN, Dian Islamiati Fatwa. Ia tak percaya sepenuhnya terhadap hasil survei.
"Banyak survei, tapi kita tahu ini kan survei-survei yang dibayar. Dibayar oleh pihak yang ingin mempengaruhi opini publik tadi," katanya.
Dian menambahkan, PAN memiliki survei internal. Ia percaya diri, PAN masih memiliki elektabilitas tinggi. Hal ini dia lihat dari animo masyarakat dari lapangan.
"Di lapangan luar biasa pendampingan dari mulai DPP, DPW, juga dibantu di tingkat ranting," katanya.
(bbc/nov)