JAKARTA -- Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) tinjau kemungkinan regulasi bagi ASN dalam hal bermedia sosial. Hal itu dilakukan untuk mengevaluasi tingginya polemik di dunia maya, khususnya pelanggaran netralitas ASN di media sosial pada masa Pemilu.
Menteri PANRB Syafruddin mengatakan, sejauh ini belum ada regulasi yang memadai untuk mengatur fenomena tersebut. Menurutnya, regulasi di kementerian atau lembaga sejauh ini masih konvensional, sehingga perlu dikembangkan lagi.
“Oleh karena itu kita perlu lebih mempertajam lagi. Karena ini zaman digital sekarang, tentu sudah berubah. Jadi aturan yang sudah dikeluarkan kementerian lembaga itu masih konvensional. Dengan adanya euforia sosial media yang begitu marak sekarang, tentu regulasinya juga harus kita perbaiki,” ungkap Syafruddin dalam jumpa pers di gedung KemenPAN RB, Jakarta, Kamis (18/4/2019).
Meskipun proses pemilihan pada Pemilu 2019 dianggap berjalan baik, Syafruddin tidak menutup mata akan adanya pelanggaran-pelanggaran di media sosial yang melibatkan ASN.
Syafruddin menilai, pembaruan regulasi terkait bermedia sosial untuk para ASN perlu dan akan dilakukan, agar ASN tidak terjebak dalam euforia politik di media sosial. Namun, ia tidak menyebut secara spesifik seperti apa pembaruan regulasi yang hendak digalakkan itu
“Jadi kita memperbaiki regulasi maupun semacam edaran atau apalah, supaya ASN kita itu tidak terjerumus dalam suatu euforia sosial media,” ungkapnya.
Regulasi itu tidak hanya penting bagi ASN saja, namun bagi seluruh masyarakat. Pasalnya, yang berkepentingan untuk menjaga kondusivitas iklim bernegara dan berbangsa adalah seluruh masyarakat Indonesia.
“Jadi ini memang enggak bisa dibendung, ini kondisi global tentang revolusi digital yang katanya, peneliti dari Jerman mengatakan bahwa revolusi digital itu 3 ribu kali lebih dahsyat dari revolusi industri,” katanya.
“Bukan hanya ASN, tetapi juga kita-kita semua. Karena kepentingan yang terbesar adalah merajut kepentingan bangsa dan negara,” imbuhnya lagi.
Syafruddin menyebut bahwa ketiadaan aturan yang memadai terkait ASN dalam bermedia sosial tersebut merupakan suatu kekurangan. Dan kekurangan itu menjadi otokritik bagi KemenPANRB.
Namun begitu, ia menekankan bahwa ide pengaturan regulasi tersebut bukan dalam semangat merenggut kebebasan setiap orang, melainkan untuk mengatur, agar terwujud iklim kehidupan berbangsa yang tenang dan kondusif.
“Jadi kita akan atur sedemikian rupa. Tidak untuk mengekang kebebasan, tapi kita mesti atur. Ini otokritik bagi kita,” pungkasnya.
(kpc/nov)