JAKARTA -- Pembangunan desa hingga sekarang memang masih menjadi prioritas. Di desa-desa tersebut, sektor pertanian secara luas digenjot pengembangannya.
"Masyarakat desa pencahariannya masih dipengaruhi pertanian, perikanan dan perkebunan. Dan jika pertanian ini dikembangkan maka akan meningkatkan pendapatan masyarakat desa," ungkap Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo dalam Rapat Kerja Nasional Kementerian Pertanian 2019 di Jakarta, Senin (14/1/2019).
Pengembangan pertanian diakui Menteri Eko terbukti meningkatkan pendapatan per kapita yang signifikan selama 4 tahun terakhir.
Jika di tahun 2014, pendapatan per kapita (per bulan per orang) hanya mencapai Rp 572 ribu, di tahun 2018 naik menjadi Rp 874 ribu.
"Artinya ada kenaikan hampir 50 persen. Kalau ini bisa dipertahankan, maka pendapatan per kapita desa bisa lebih tinggi dalam 5 tahun mendatang bisa mencapai Rp 2 juta," beber Menteri Eko.
Sehingga, nantinya penduduk desa di Indonesia yang jumlahnya 150 juta penduduk akan berpenghasilan mencapai Rp 300 Trilliun per bulannya.
"Pendapatan tersebut bisa menggerakkan daya beli di desa-desa sebanyak 1500 Trilliun dalam satu bulan atau 18 ribu trilliun dalam satu tahun," harapnya.
Kalau ini terjadi maka desa bisa menyumbangkan GDP kepada negara lebih dar Rp 1.3 Trilliun dollar atau lebih besar besar dari GDP Indonesia itu sendiri.
Program Prukades
Salah satu sinergi peningkatan pertanian yang dilakukan bersama Kementerian Desa dan PDTT adalah Program Unggulan Kawasan Pedesaan (Prukades).
"Saat ini telah berjumlah 343 Prukades di 148 Kabupaten, 29 Provinsi. Ada 18 komoditas yang diusahakan melalui kemitraan dengan 30 perusahaan dengan investasi potensial Rp 47 Triliun," beber Menteri Eko.
Salah satu contoh Prukades yang telah berkembang adalah pertanaman jagung di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.
Disana masyarakat mampu menghasilkan Rp 1,5 trilliun disaat telah mampu panen dua kali dalam setahun, dengan luas pengembangan mencapai 50 ribu hektar dan rata-rata 5 ton/ha.
"Angkanya lebih besar daripada PAD yang hanya Rp 120 Milyar dan APBD yang hanya Rp 800 Milyar," tukasnya.
(nat/ges/stc)