Gelombang aksi tolak kriminalisasi terhadap awak media terus bergulir di berbagai pelosok tanah air. Kali ini giliran wartawan Sumatera Barat menggelar aksi serupa, sebagai penegasan bahwa serangkaian upaya kriminalisasi oleh oknum aparat penegak hukum terhadap rekan seprofesi mereka telah mencederai sendi-sendi demokrasi dan kebebasan pers sebagaimana diatur dalam UU No.40 tahun 1999 tentang Pers.
Senin (5/3/2018) pagi, ratusan awak media di Kota Padang, Sumbar, merangsek dari titik kumpul GOR H. Agus Salim menuju Mapolda Sumbar di Jalan Jenderal Sudirman. Masing-masing mengenakan ikat kepala berwarna dasar putih, dengan tulisan PERS dalam huruf kapital berwarna merah darah. Sesuai skedul, hari itu mereka melakukan longmarch sekaligus aksi damai ke Mapolda dan kantor Kejati Sumbar di Jalan Raden Saleh.
Para wartawan mengusung keranda mayat sebagai pertanda telah matinya UU Pers, sehingga dengan mudahnya kebebasan pers dikebiri oleh upaya-upaya bahkan tindak kriminalisasi oleh oknum aparat penegak hukum.
Hujan yang mengguyur pagi itu tak menyurutkan langkah para wartawan untuk menggelar aksi, berorasi, berteriak lantang menyuarakan protes keras terhadap upaya bahkan tindak kriminalisasi terhadap wartawan, termasuk sejumlah rekan mereka di Sumbar.
“Hentikan kriminalisasi terhadap wartawan! Berikan hak kami sebagai jurnalis! Hidup wartawan! Save wartawan!,” teriak mereka.
Para wartawan terpaksa hanya berorasi di di luar pagar mapolda, karena kehadiran mereka telah keburu dihadang pasukan Pengendalian Massa (Dalmas) Polda Sumbar di gerbang masuk.
Namun para wartawan kommit dengan tema aksi damai. Mereka tidak ngotot harus masuk halaman mapolda. Yang utama, tuntutan mereka supaya oknum-oknum aparat penegak hukum menghentikan upaya kriminalisasi terhadap pers dalam menerbitkan karya jurnalistik telah disampaikan. Diharapkan, dalam menangani perkara pers, pihak kepolisian harus terlebih dahulu mengacu kepada UU No. 40 tahun 1999.
Hormati Nota Kesepahaman
“Aparat penegak hukum juga harus menghormati nota kesepahaman antara Kapolri dengan Dewan Pers, yang mana setiap persoalan Pers harus mengacu kepada UU Pers sendiri,” tegas penanggungjawab aksi, Herman Tanjung.
Ia juga minta aparat penegak hukum menyegerakan proses hukum terhadap para tersangka pelaku dalam sederet kasus kriminalisasi terhadap wartawan yang tengah melaksanakan tugas jurnalistik di Sumbar. Sejauh ini, ada kesan tidak ada tindak lanjut, bahkan cenderung didiamkan. Hal ini tentu saja mengundang tanda tanya di kalangan pers, ada apa? Siapa betul para tersangka, sehingga penegakan hukum terkesan tumpul terhadap mereka?
Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sumbar, Yal Aziz, kembali menegaskan bahwa setiap perkara terkait produk jurnalistik harus mengacu kepada UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers sebagai payung hukum pers di Indonesia.
Organisasi Pers, Dukung Kemerdekaan Pers
Ia juga menghimbau kepada segenap top organisasi pers yang ada di negara ini agar kukuh mendukung kebebasan dan kemerdekaan pers dalam menunaikan tugas selaku bagian dari empat pilar bangsa. Termasuk ketika anggotanya tertimpa kasus hukum pada saat menjalankan tugas. "Itu kewajiban dan tanggungjawab moril kita terhadap anggota," tegasnya.
Selaku pentolan SMSI Sumbar, Yal Aziz juga menyatakan mendukung penuh aksi damai para wartawan hari ini.
“Sebagai bagian dari organisasi pers, kami selalu berpartisipasi terhadap aksi yang akan mendukung terealisasinya kebebasan dan kemerdekaan pers, agar menjadi acuan bagi penegak hukum dan masyarakat luas”, ujar wartawan senior tersebut.
Kendati tidak disambut oleh kapolda dan hanya dilayani sejumlah petugas di luar pagar Mapolda Sumbar, para wartawan tetap berlapang dada lalu melanjutkan aksi damai di depan kantor Kejati Sumbar.
Koordinator aksi, Randi Pangeran, menjelaskan, aksi ini merupakan wujud kepedulian terhadap rekan-rekan seprofesi yang menjadi korban kriminalisasi, disamping perjuangan menegakkan UU Pers sebagai payung hukum pers di Indonesia.
“Aksi ini merupakan bentuk kepedulian wartawan dari beragam jenis media, baik cetak, online maupun elektronik. Di sini kami tidak membawa nama organisasi. Ini murni atas rasa keterpanggilan teman-teman wartawan secara personal,” tuturnya.
Senada dengan itu, Ismail Novendra, salah seorang wartawan yang ikut aksi damai, mengungkapkan rasa takjubnya terkait proses penegakan hukum terhadap pers/wartawan di Sumbar baru-baru ini.
Hal itu dijelaskannya, merujuk pada persoalan yang membelitnya saat ini, dimana ia selaku Pemimpin Umum Media Jejak News dilaporkan ke Polda Sumbar terkait pemberitaan medianya.
“Laporan dibuat tanggal 7 September 2017, lalu berselang sehari Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) sudah dikeluarkan”, ungkapnya.
Lebih lanjut dikatakannya, jika SPDP seketika dikeluarkan, dirinya bisa saja jadi tersangka. “Mengapa penyidik Polda tidak lebih dulu mengacu kepada UU Pers sebagaimana mestinya penyelesaian sengketa pers? Padahal MoU antara Dewan Pers dengan TNI dan Polri Februari 2017 lalu sudah ditandatangani”, paparnya.
Salah satu poin dari MoU Dewan Pers dengan TNI dan Polri tersebut, urai Ismail, pada Pasal 4 ayat 2 menyebutkan, Pihak Kedua, apabila menerima pengaduan dugaan perselisihan/sengketa termasuk surat pembaca atau opini/kolom antara wartawan/media dengan masyarakat, akan mengarahkan yang berselisih/bersengketa dan/atau pengadu menggunakan hak jawab, hak koreksi, pengaduan ke Pihak Kesatu maupun proses perdata.
Menurutnya, persoalan pers diarahkan ke KUHP sepertinya tidak pas, karena banyak proses yang seharusnya dilalui terlebih dahulu oleh penegak hukum.
“Sedangkan, sebelum ditetapkan jadi tersangka, saya belum pernah dipanggil sebagai saksi”, tuturnya dengan paras kecewa.
Kembalikan Fungsi UU Pers
Wartawan senior yang juga dikenal sebagai lawyer (pengacara) di Sumbar, Yatun SH, menekankan, pihak penegak hukum harus mengembalikan fungsi UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers seutuhnya.
"Kebebasan dan kemerdekaan pers sudah diatur oleh Undang-undang sebagai tolak ukur hukum tertinggi di negara ini. Tentunya, segala persoalan atau persengketaan pers mesti merujuk ke UU Pers, tak pantas jika di-KUHP kan”, tegasnya.
Yatun juga mengapresiasi aksi damai ratusan wartawan di Padang hari ini berlangsung tertib dan taat hukum. Kepada pihak penegak hukum ia juga berpesan agar menghargai betul tugas wartawan yang berperan penting terhadap kemajuan bangsa dan negara Indonesia.
“Jika pers dengan mudah di-KUHP kan, lalu siapa lagi yang akan mengkritisi atau menjalankan fungsi kontrol sosial yang sesungguhnya? Alhasil, kemungkinan apa-apa saja bisa bungkam dan tidak transparan lagi bila kebebasan dan kemerdekaan pers tidak mendapat dukungan dari penegak hukum sesuai Undang-undang”, ungkapnya.
Kepada rekan-rekan wartawan ia juga mengingatkan agar melaksanakan profesi sesuai kode etik yang sudah diatur sedemikian rupa agar pers Indonesia dapat mengedukasi, mengaspirasi dan menginformasikan secara berimbang kepada masyarakat.
#bud/inc/ede/f; screenshot kabardaerah/dok. wag ikw