JAKARTA -- Mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Saut Situmorang, mengatakan putusan uji materi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 dan 11, seperti angin segar dari Mahkamah Agung (MA).
"Dari putusannya, ya kelihatannya ada angin baru yang diembuskan oleh MA," kata Saut, yang juga salah satu penggugat, melalui sambungan telepon, Jumat (30/9/2023) malam.
Uji materi PKPU itu dilayangkan Indonesia Corruption Watch (ICW), Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Saut Situmorang dan eks Ketua KPK Abraham Samad pada Juni lalu. Gugatan itu dilayangkan karena PKPU tersebut dinilai memberikan karpet merah kepada narapidana korupsi. "Ya, kalau lihat dari putusannya, harapan kita begitu ya," ujar Saut.
Saut mengatakan, gugatan itu bukan untuk mengambil hak calon legislatif (caleg) bekas narapidana bekerja. Sebab hal itu melanggar hak asasi manusia (HAM). Namun, masih ada pekerjaan lain yang bisa dilakukan oleh eks koruptor.
"Ini untuk kepastian bahwa kita mengajukan calon yang benar-benar memiliki kepastian integritas. Kan poinnya di situ," ujar dia. Bahaya dari mencalonkan bekas terhukum kasus korupsi karena tidak ada jaminan bagi para eks koruptor tidak mengulang perbuatan serupa.
"Kan enggak mungkin kita nyalah-nyalahin orang, tetapi yang penting buat kita adalah politik integritas itu," ujarnya.
Politik berintegritas adalah politik dengan semangat pemberantasan korupsi. Politik berintegritas merupakan prinsip membangun sistem politik yang sesuai dengan nilai-nilai integritas. Dalam Modul Kelas Politik Cerdas Berintegritas (PCB) untuk Siswa SMA/Sederajat disebutkan bahwa perilaku berintegritas bukan muncul karena rasa wajib yang dipaksakan oleh hukum atau aturan.
Dalam putusan itu, Mahkamah menyatakan Pasal 11 ayat (6) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota bertentangan dengan Pasal 240 ayat 1 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022.
Selain itu, MA menyatakan Pasal 18 ayat (2) PKPU Nomor 11 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua Atas PKPU Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilihan Umum Anggota DPD bertentangan dengan Pasal 182 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXI/2023.
Artinya, KPU harus memperbaiki PKPU tersebut dengan memberi syarat jeda lima tahun bagi mantan terpidana yang ingin mendaftar caleg.
Saat ini, KPU perlu mencoret nama-nama mantan narapidana koruptor yang sudah terlanjur masuk di daftar calon sementara (DCS).
#ant/bin