JAKARTA -- Penetapan 3 perusahaan di sektor industri sawit yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan minyak goreng masih menimbulkan polemik, terlebih perusahaan tersebut hanya menjalankan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika mengatakan, penangangan perkara ini tak bisa hanya dilihat dari satu sisi. Ia menyoroti soal strategi pengendalian harga minyak goreng yang semuanya digerakkan berdasarkan aturan yang dibuat pemerintah.
"Di dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) kan sudah jelas, jawaban Ombudsman terkait masalah ini. Pangkal mula dari persoalan ini adalah ketidak mampuan Kemendag dalam memitigasi dampak kenaikan harga CPO," kata Yeka di Jakarta dikutip Jumat (25/8/2023).
Pernyataan Yeka terkait perkara pengendalian harga minyak goreng itu bukan baru pertama kali diungkapnya. Hasil investigasi yang dilakukan pihaknya pada tahun 2022 silam mengungkap bahwa ada sedikitnya 7 kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam rangka pengendalian harga minyak goreng.
Ia juga menyinggung kerap bergantinya kebijakan pemerintah kala itu dalam rangka mengendalikan harga minyak goreng yang justru berpotensi menimbulkan kebingungan di tingkat pelaksanaan.
Banyaknya jumlah peraturan menteri yang diterbitkan dalam kurun waktu yang relatif sangat singkat untuk mengendalikan permasalahan minyak goreng, namun tidak mampu mengatasi permasalahan minyak goreng yang dihadapi dalam waktu cepat. Sehingga menimbulkan kerugian pelaku usaha dan masyarakat," ujarnya.
Pernyataan Yeka kala itu tentu tak berlebihan bila melihat fakta yang terjadi saat ini. Dimana, para pengusaha yang sejatinya hanya melaksanakan kebijakan yang dibuat pemerintah, kini malah menjadi tersangka dan berurusan dengan meja hijau.
Ombudsman juga menyoroti tidak efektifnya implementasi penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng. Ombudsman RI menemukan bahwa HET minyak goreng tidak berjalan di beberapa wilayah di Indonesia. HET minyak goreng curah tidak tercapai karena distribusi belum merata ke seluruh wilayah Indonesia.
Maklum saja, Indonesia merupakan negara kepulauan yang masing-masing wilayahnya memiliki komplekeistas permasalahan pemenuhan kebutuhan dasar yang berbeda. Sehingga, tak mengherankan bila kerap dijumpai disparitas harga komoditas antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Dengan demikian, kebijakan yang diberlakukan juga harusnya tak main pukul rata.
#src/bin