JAKARTA -- Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan kerja KPK makin baik jika tidak ada operasi tangkap tangan (OTT). Mantan Ketua KPK Abraham Samad menilai pernyataan Luhut keliru.
"Jadi menurut saya OTT itu masih sangat dibutuhkan karena banyak kasus-kasus besar itu dihasilkan dari OTT. Itu fakta yang tidak bisa diabaikan," kata Abraham saat dihubungi awak media di Jakarta, Rabu (19/7/2023).
Eks Ketua KPK itu mengatakan, kegiatan penindakan dan pencegahan korupsi selama ini telah dilakukan KPK. Ia justru meyakini korupsi akan semakin masif jika OTT tidak lagi dilakukan oleh KPK.
"Kalau kemudian ada pernyataan bahwa korupsinya nggak hilang, ya, Indonesia ini kalau kita mau bilang tingkat korupsinya tinggi, beda dengan negara-negara lain. Jadi kalau mau lihat harus diukur apakah tingkat korupsinya itu tidak berkurang," katanya.
"Jadi logikanya kita balik, bagaimana seandainya tidak ada OTT? Kan mungkin korupsinya lebih besar. Jadi logikanya itu harus dibalik bahwa seandainya tidak ada OTT korupsinya pasti lebih besar," terang Abraham.
Selain itu, Abraham menyoroti pernyataan Ketua KPK Firli Bahuri yang menyebut telah melakukan 30 kali OTT pada 2018, namun korupsi di Indonesia tidak hilang. Menurut Abraham, pernyataan Firli yang terkesan pesimis bisa mengganggu semangat pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK.
"Justru Ketua KPK tidak pantas ngomong seperti itu. Dia harusnya memberikan ruang bahwa OTT harus tetap dilakukan sebagai bagian dari law enforcement. Cuma kan pernyataan-pernyataan ini mengganggu semangat pemberantasan korupsi yang dilakukan teman-teman KPK?," tutur Abraham.
Luhut Minta Tak Ada OTT di KPK
Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya berbicara soal operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK. Luhut menilai makin sedikit OTT, kerja KPK makin baik.
"Kalau OTT-nya ndak ada malah lebih bagus. Berarti pencegahannya lebih baik," kata Luhut di KPK, Jakarta Selatan, Selasa (18/7/2023).
Pada tahun ini, KPK pun baru melakukan tiga kali OTT. Luhut menyambut antusias sistem penegakan hukum yang tengah berlangsung di KPK
Ia mengaku heran jika penindakan korupsi di Indonesia masih dibanggakan dengan banyaknya kegiatan operasi tangkap tangan.
"Ya memang harus ke situ (OTT sedikit). Kita ngapain bangsa ini pamer-pamer OTT-OTT melulu, bangga lihat itu? OTT Rp 50 juta, Rp 100 juta. Kau ndak pernah cerita berapa mereka menghemat triliunan-triliunan," jelas Luhut.
Di satu sisi, Ketua KPK Firli Bahuri juga bercerita pengalamannya saat menjadi Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK pada 2018. Saat itu kedeputiannya melakukan 30 kali OTT, namun tidak serta-merta menghilangkan korupsi.
"OTT terbanyak tahun 2018, waktu itu saya Deputi Penindakan. Tiga puluh kali tangkap tangan (tahun) 2018. Apakah korupsi berhenti? Tidak," kata Firli di gedung KPK.
Firli kemudian bertanya-tanya mengapa masih ada korupsi di saat KPK melakukan puluhan kali OTT. Ia menyebutkan pemberantasan korupsi tak bisa dilakukan cuma dengan menangkap pelaku.
"Saya bertanya ini, gagalnya di mana kita mengelola negara ini? Kok bisa masih ada korupsi? Sehingga pada kesimpulan saya, berarti kita memang harus melakukan pemberantasan korupsi secara holistik. Tidak bisa hanya satu-satu," ujar Firli.
Ia mengatakan ada dua langkah tambahan yang dilakukan dalam memberantas korupsi di Indonesia. Firli mengatakan KPK di bawah kepemimpinannya menguatkan sektor pendidikan dan pencegahan korupsi.
Firli juga merespons pernyataan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan bahwa kegiatan OTT seharusnya tidak ada di Indonesia. Firli mengatakan penindakan dan pencegahan harus berjalan beriringan dalam upaya pemberantasan korupsi.
"Jadi bukan berarti pemberantasan korupsi hanya cukup penindakan saja, hanya cukup dengan pencegahan saja, hanya cukup dengan pendidikan masyarakat, tapi tiga hal tersebut bersama-sama, berbarengan simultan dan terus kita lakukan berkesinambungan," tutur Firli.
#dtc/bin