BANDAACEH -- Ketua Pengadilan Tinggi Banda Aceh Suharjono mengatakan tren vonis hukuman mati, terutama pada pada kasus narkoba di Aceh tiap tahun meningkat.
Ia merinci dalam dua tahun terakhir jumlahnya selalu naik. Pada 2021 sebanyak 14 vonis hukuman mati diputuskan, di tahun berikutnya 2022, sebanyak 22. Kemudian pada Januari 2023, sudah lima putusan vonis hukuman mati.
"Fakta ini sangat memprihatinkan, mengingat betapa besarnya jumlah hukuman mati yang harus kami jatuhkan di Aceh, pada tahun ini, baru satu bulan saja sudah 5 hukuman mati yang dijatuhkan oleh Hakim Tinggi pada PT BNA," ujar Suharjono dalam keterangannya, Selasa (14/2/2023).
Vonis hukuman maksimal ini, dalam pertimbangannya oleh para Hakim Pengadilan Tinggi telah mempertimbangkan semua aspek, baik bagi penegak hukum, bagi terdakwa, maupun bagi masyarakat luas.
Penyebab hukuman ini juga tidak terlepas dari temuan barang bukti narkoba yang begitu besar jumlahnya.
"Apabila di pengadilan-pengadilan luar Aceh barang buktinya hanya dalam satuan gram, maka di Aceh seringkali mencapai hitungan puluhan hingga ratusan kilogram, bahkan ada yang dalam jumlah ton. Sehingga para Hakim harus memutus dengan seimbang antara perbuatan dengan pemidanaannya," ujarnya.
Suharjono menegaskan penegakan hukum saja tidak cukup untuk mengatasi keadaan darurat yang menyebabkan jerat hukum berat ini. Ke depannya, kesadaran masyarakat juga harus ditingkatkan melalui pemahaman yang komprehensif terhadap bahaya narkotika.
Selain itu, Suharjono juga meminta warga masyarakat harus waspada sehubungan dengan wilayah Aceh yang letak geografisnya berbatasan langsung dengan luar negeri, sehingga memungkinkan terdampak arus narkotika dari negara lain.
"Hal ini berkenaan dengan jenis barang bukti yang lebih banyak dijumpai dalam perkara di Aceh bukanlah ganja, melainkan narkotika jenis metamfetamin (sabu) yang lebih banyak diproduksi di luar negeri," katanya.
#cnn/bin