SIAPA saja orang terkaya di Lampung yang punya banyak bisnis dan perjalanan hidup menarik, rasanya patut diketahui.
Dihimpun dari berbagai sumber, kota Bandar Lampung yang terletak di provinsi Lampung memiliki sederet orang terkaya yang kesuksesannya bisa menjadi contoh dan motivasi.
Berdasarkan data teratas, berikut empat orang paling kaya di Bandar Lampung, provinsi Lampung dengan kekayaan fantastis dan punya kerajaan bisnis menggurita.
1. Purdi E Chandra
Purdi lahir di Lampung pada 9 September 1959. Ia mulai berbisnis ketika masih duduk di bangku SMP. Bisnis pertamanya adalah beternak ayam dan bebek, kemudian telurnya dijual di pasar.
Adapun bisnisnya resmi dimulai bersama dengan teman-temannya pada 10 Maret 1982, yakni mendirikan lembaga bimbingan belajar bernama Primagama. Kini, Primagama memiliki 680 cabang di 96 kota besar di Indonesia dengan 100.000 siswa tiap tahun.
Purdi E Chandra hanya alumnus SMU dan berasal dari keluarga miskin pasangan Siti Wasingah dan Mujiyono. Suami dari mendiang Triningsih Kusuma Astuti ini mendirikan Primagama 10 Maret 1982.
Purdi juga merupakan pendiri dari Entrepreneur University. Purdi E Chandra sekarang membawahi 23 unit usaha di primagama meliputi bimbingan belajar 680 cabang di seluruh Indonesia, pendidikan formal dan nonformal, percetakan, rumah makan, Tour & Travel, Tiketing dan lain-lain.
Penghargaan yang pernah diterima Purdi antara lain: MURI, ISCA, ISMBEA, Entrepreneur of the year 2003, Best Franchise, Superbrand dan penghargaan sebagai pembicara di beberapa seminar wirausaha. Purdi E Chandra memiliki 2 putra yaitu Fesha dan Zidan.
2. Agus Musin Dassad
Pria kelahiran Filipina pada 25 Agustus 1905 dan wafat pada 11 November 1970 di usianya yang ke-65 tahun. Ia memiliki garis keturunan Lampung dari pihak ayahnya dan Filipina dari ibunya.
Pria ini merupakan konglomerat nasional yang mempunyai perusahaan perniagaan terbesar di Indonesia bernama Dasaad Concern.
Dasaad Musin Concern, sebuah konglomerasi yang memainkan peranan cukup penting pada masa awal kemerdekaan Indonesia. Dasaad juga merupakan anggota BPUPKI dan dikenal sebagai donatur perjuangan Soekarno.
Ayahnya Dasaad berasal dari keluarga pedagang di Lampung, sedangkan ibunya dari Sulu Di usianya yang baru menginjak satu tahun, keluarganya pergi merantau dan menetap di Lampung. Ia menghabiskan masa kecil dan pendidikan dasarnya disana, hingga kemudian masuk sekolah dagang di Singapura.
Dasaad sempat magang selama satu tahun di Singapura sebelum kembali ke Palembang dan mendirikan usahanya sendiri. Ia merupakan seorang otodidak yang mengembangkan bisnisnya dari bawah.
Ia memulai kariernya sebagai pengusaha sejak berumur belasan. Karena bisnisnya yang banyak mengambil hasil bumi, Dasaad sering hidup berpindah-pindah, dari Sumatera ke Jawa hingga Singapura.
Pada dekade 1930-an, ia berkongsi dengan Ayub Rais serta Djohor Soetan Perpatih dan Djohan Soetan Soelaiman mendirikan Firma Malaya Import Mij yang berkerjasama dengan Jepang.
Ia juga terjun ke bisnis perkapalan dan kemudian menjadi importir alat-alat manufaktur. Tahun 1941, ia mengakuisisi perusahaan tekstil Kancil Mas di Bangil, Pasuruan. Di masa pendudukan Jepang, Dasaad ditunjuk sebagai dewan pengawas perdagangan tekstil.
Pasca kemerdekaan, perusahaannya Dasaad Musin Concern memegang lisensi beberapa merek mobil Eropa dan Jepang. Pada tahun 1961, bersama Hasjim Ning, Jusuf Muda Dalam, dan Ciputra, ia mendirikan perusahaan konstruksi PT. Pembangunan Jaya.
3. Haji Dasril
Meski hanya tamatan sekolah dasar, namun pria ini menjadi salah satu orang terkaya di Bandar Lampung. Dirinya mempunyai hotel dan 6 restoran Begadang di Hotel Nusantara di Bandar Lampung.
Walaupun berpendidikan rendah tidak membuatnya kecil hati. Tamatan Sekolah Dasar, Jambi, tahun 1956 lebih dikenal sebagai pengusaha pemilik rumah makan Bagadang.
Bermulai dari keinginan merantau, usaha pertamanya ialah berjualan pakaian di kawasan Bambu Kuning.
Menjadi perantau tentulah harus hidup susah dahulu. Banyak hal dilalui Haji Dasril, ketika berjualan dia pernah kehujanan, pernah digusur karena kaki lima, dan merugi karena barang tidak laku. Tetapi dia tidak menyerah dan tetap berjualan karena terdesak kebutuhan.
Jerih payahnya terbayar dengan kesuksesan besar. Tekad kuat bahwa suatu saat dirinya akan sukses. Dia berani mengambil keputusan penting. Haji Dasril lantas membuka rumah makan Bagadang 1, yang tepatnya berada di Bambu Kuning.
Setiap tahun perkembangan usahanya berkembang. Dia mampu membangun enam cabang rumah makan Bagadang dan Bagadang Resto. Tempat usahanya berada di Kota Kupang, di Telukbetung. Usahanya lebih lengkap karena ada seafood, steak, dan pizza.
Namun tetap usahanya lebih terkenal masakan Padang. Makanan di meja disajikan menggugah selera masyarakat. Kuliner berbahan santan memang sangat menggugah selera. Ada masakan seafood, soto padang, dan sate padang.
Untuk menambah daya tarik ada ruang VIP dan live musik. Dimana bisa digunakan untuk meeting dan weading. Tidak hanya rumah makan, dia juga membuka Hotel Nusantara Syariah, yang tepatnya bersebelahan dengan Begadang V, di Jalan Soekarno- Hatta, Sukabumi Indah, Bandar Lampung.
Empat orang anaknya juga mengikuti jejaknya. Mereka menjadi pengusaha, salah satunya yang anak perempuan meneruskan usaha pakaian. Dia juga mengelola Begadang II. Sedangkan Haji Dasril yang usianya sudah tidak muda, kegigihannya menjadi inspirasi dan memotivasi jejaknya jadi pengusaha.
4. Bob Sadino
Bambang Mustari Sadino atau yang dikenal sebagai Bob Sadino atau "Om Bob", lahir di Tanjungkarang yang sekarang Bandar Lampung pada 9 Maret 1933 dan meninggal di Jakarta pada 19 Januari 2015 di usia yang ke-81 tahun.
Pengusaha ini berbisnis di bidang pangan dan peternakan, yakni Kemfood dan Kem Chicks.
Dalam banyak kesempatan, ia sering terlihat menggunakan kemeja lengan pendek dan celana pendek yang menjadi ciri khasnya.
Seperti diketahui, Bob Sadino-lah yang pertama kali mengenalkan menanam sayuran tanpa tanah alias hidroponik. Padahal, saat itu ada tidak pasarnya. Namun, kegigihan seorang Bob Sadino, ia menciptakan pasarnya.
Beberapa tahun kemudian, ia malah mengekspor terung ke Jepang. Bob mengaku, ia tidak pernah berencana mau jadi apa. Rencana menurutnya hanya buat orang pinter. Ia bersyukur jadi orang goblok. Kalau saya pintar, saya akan seperti Anda,” katanya. Hal itu disambut tawa peserta seminar.
Jika pengusaha atau orang dagang kebanyakan cenderung cari untung, Bob Sadino justru mengaku mencari rugi. Lantaran goblok, ia tidak hitung-hitungan dan membebani dirinya macam-macam. ’’Biasanya orang dagang cari untung dan rugi peluangnya sama saja. Jadi, kalau cari rugi, terus kalau untung waduh, bahagia banget,” ujarnya
Bob Sadino sendiri lahir dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup mapan.
Bob kemudian menghabiskan sebagian harta peninggalan orangtuanya untuk berkeliling dunia. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di Hamburg, Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.
Pada tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri.
Pekerjaan pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah.
Karena tak punya uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu. Gajinya ketika itu hanya Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dialaminya
Suatu hari, temannya menyarankan Bob memelihara ayam untuk melawan depresi yang dialaminya. Bob tertarik. Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi berwirausaha. Bob memperhatikan kehidupan ayam-ayam ternaknya. Ia mendapat ilham, ayam saja bisa berjuang untuk hidup, tentu manusia pun juga bisa.
Sebagai peternak ayam, Bob dan istrinya, setiap hari menjual beberapa kilogram telor. Dalam tempo satu setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak langganan, terutama orang asing, karena mereka fasih berbahasa Inggris. Bob dan istrinya tinggal di kawasan Kemang, Jakarta, di mana terdapat banyak menetap orang asing.
Tidak jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, babu orang asing sekalipun. Namun mereka mengaca pada diri sendiri, memperbaiki pelayanan. Perubahan drastis pun terjadi pada diri Bob, dari pribadi feodal menjadi pelayan. Setelah itu, lama kelamaan Bob yang berambut perak, menjadi pemilik tunggal super market (pasar swalayan) Kem Chicks. Ia selalu tampil sederhana dengan kemeja lengan pendek dan celana pendek.
Bisnis pasar swalayan Bob berkembang pesat, merambah ke agribisnis, khususnya holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk konsumsi orang asing di Indonesia. Karena itu ia juga menjalin kerjasama dengan para petani di beberapa daerah.
Bob percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan demi kegagalan. Perjalanan wirausaha tidak semulus yang dikira. Ia dan istrinya sering jungkir balik. Baginya uang bukan yang nomor satu. Yang penting kemauan, komitmen, berani mencari dan menangkap peluang.
Di saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang, rencana tidak harus selalu baku dan kaku, yang ada pada diri seseorang adalah pengembangan dari apa yang telah ia lakukan. Kelemahan banyak orang, terlalu banyak mikir untuk membuat rencana sehingga ia tidak segera melangkah. “Yang paling penting tindakan,” kata Bob.
Keberhasilan Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya sehingga ia langsung terjun ke lapangan. Setelah jatuh bangun, Bob trampil dan menguasai bidangnya. Proses keberhasilan Bob berbeda dengan kelaziman, mestinya dimulai dari ilmu, kemudian praktik, lalu menjadi trampil dan profesional. Menurut Bob, banyak orang yang memulai dari ilmu, berpikir dan bertindak serba canggih, arogan, karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain.
Sedangkan Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Dengan sikap seperti itu Bob meraih simpati pelanggan dan mampu menciptakan pasar. Menurut Bob, kepuasan pelanggan akan menciptakan kepuasan diri sendiri. Karena itu ia selalu berusaha melayani pelanggan sebaik-baiknya.
Bob menempatkan perusahaannya seperti sebuah keluarga. Semua anggota keluarga Kem Chicks harus saling menghargai, tidak ada yang utama, semuanya punya fungsi dan kekuatan.
#red