PADANG – Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Padang Kelas 1A Padang, dengan Hakim Ketua Kharulluddin beranggotakan Hendri Joni dan Lili Evelin, mencecar habis Mantan Bupati Pesisir Selatan (Pessel) Hendra Joni yang dihadirkan sebagai saksi, pada persidangan dugaan korupsi PDAM Tirta Langkisau, Rabu (25/1/2023).
Hendra Joni yang hadir ke persidangan dengan stelan kemeja kotak-kotak dan celana hitam polos tampak sesekali menyeka keringat, menengadah keatas, menjawab pertanyaan majelis hakim dengan nada tinggi.
Pada kasus tersebut, Pj Direktur PDAM setempat Gusdan Yuhelmi dan Kabag Teknik Robinson ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan negeri (Kejari) Painan. Diduga kuat, negara dirugikan Rp 834 juta.
Hakim Hendri Joni mempertanyakan adanya dugaan aliran uang kepada Hendra Joni sebesar Rp 200 juta dan Lisda Hendra Joni sebesar Rp 100 juta, untuk kampanye Pemilihan Bupati Pessel tahun 2020 dan Pemilihan Legislatif DPR RI Tahun 2019.
“Dari keterangan saksi-saksi, ada aliran dana untuk kampanye saksi Hendra Joni dan Lisda Hendra Joni masing -masing Rp 200 juta dan Rp 100 juta. Apakah saudara ada menerima uang tersebut. Atau adakah tim sukses saudara menerima uang dari PDAM untuk biaya kampanye saudara?,” ujarnya dalam nada tegas.
Selain itu juga Hendri Joni menanyakan, pengangkatan Pj Direktur PDAM Tirta Langkisau yang dilaksanakan pada Maret 2018 namun sang penjabat tidak berkompeten karena tidak sesuai dengan Perda no 4 th 2015, yang ditetapkan Bupati dan disetujui DPRD.
“Karena setelah saya baca Perda tersebut, pengangkatan Pj Direktur PDAM yang saudara lantik, tidak sesuai dengan Perda tersebut. Dalam aturannya mengatakan bahwa, punya pengalaman minimal 10 – 15 tahun di internal. Selain itu juga berpengalaman dalam tata kelola keuangan perusahaan dan banyak aturan lainnya.,” tuturnya.
Majelis Hakim Lili Evelin pun juga menyorot kesaksian Hendra Joni yang menyatakan bahwa PDAM di tangan Gusdan Yuhelmi, selalu untung. Padahal faktanya PDAM hanya untung di tahun 2017, dan ditahun berikutnya merugi. Selain itu juga mempertanyakan perihal jalannya tata kelola perusahaan, sehingga menyebabkan terjadinya kasus korupsi di PDAM Tirta Langkisau.
“Apakah saudara Hendra Joni ada mendapat laporan dari Direktur dan Dewan Pengawas bahwa PDAM rugi selama dipegang Gusdan Yuhelmi, dan hanya beruntung di tahun 2017. Padahal banyak instrumen untuk pemeriksaan laporan keuangan, seperti BPKP, BPK maupun Inspektorat,” ungkapnya.
Sementara itu Hakim Ketua Kharulludin mempertanyakan permintaan dari Hendra Joni untuk menerima pegawai PDAM titipan, sehingga menyebabkan beban keuangan perusahaan menjadi berat. Selain itu dirinya juga bertanya tentang intruksi Hendra Joni kepada Pj Direktur , supaya memilih Hendra Joni pada Pilkada 2020.
“Kenapa saudara meminta kepada Pj Direktur Gusdan Yuhelmi untuk memasukkan pegawai titipan. Apakah ini ada hubungannya dengan intruksi saksi Hendra Joni kepada Pj Direktur, agar seluruh pegawai memilih Hendra Joni pada Pilkada 2020,” tuturnya.
Kharulludin juga mempertegas pertanyaan dari JPU Kejari Painan, bahwa ada menerima uang Rp 10 juta setiap bulannya selama 24 bulan dari PDAM. Uang tersebut dikeluarkan PDAM dari kas, sebagai uang pembinaan kepada Hendra Joni selaku Bupati Pessel pada saat itu.
Sementara itu, Mantan Bupati Pessel Hendra Joni dalam kesaksiannya membantah telah menerima uang Rp 200 juta dan uang Rp 100 juta untuk istrinya Lisda Hendra Joni, untuk biaya kampanye Pilkada 2020 dan Pileg DPR RI 2019.
“Saya tidak tahu uang itu, saya tidak pernah minta dan saya tidak pernah menerima. Saya dan istri saya kampanye Pilkada dengan biaya saya sendiri. Sementara uang Rp 10 juta dari PDAM sebagai uang pembinaan dari PDAM, juga tidak pernah saya terima. Saya sudah menegaskan kepada Pj Direktur, jangan ambil kebijakan yang tidak sesuai dengan aturan. Aturan itu guna nya untuk dipatuhi, bukan untuk dilanggar,” ucapnya dengan tegas.
Hendra Joni pun juga mengakui tidak pernah mendapat laporan adanya penyimpangan di PDAM Tirta Langkisau dari dewan pengawas. Bahkan dirinya hanya mendapat laporan secara lisan, bahwa perusahaan beruntung.
“Laporan secara tertulis tidak pernah saya terima. Saya hanya mendapat laporan secara lisan bahwa perusahaan memiliki keuntungan. Dan itupun saya cek dari rekening perusahaan, memang ada tersedia uang di rekening PDAM,” katanya.
Perihal tidak berkompetennya Pj Direktur PDAM Tirta Langkisau yang diangkat oleh Hendra Joni, Ia pun mengakui tidak tahu karena tidak pernah membaca aturan dimaksud. Ia mengangkat Gusdan Yuhelmi, karena selama ini berkinerja baik.
“Saya juga tidak pernah meminta Gusdan Yuhelmi memasukkan pegawai titipan. Tapi saya mengizinkan menambah pegawai, yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Saya pun juga tidak pernah mengintruksikan Gusdan Yuhelmi agar pegawai PDAM memilih saya di Pilkada 2020,” tutupnya.
Seperti diketahui, JPU mendakwa mantan Dirut PDAM Tirta Langkisau yakni Gusdan Yuhelmi dan mantan Kabag Teknik PDAM Tirta Langkisau, Robinson dengan pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Menurut JPU, adanya aliran dana fiktif atas dugaan tindak pidana korupsi pada penggunaan dan pengelolaan anggaran PDAM Tirta Langkisau Kabupaten Pesisir Selatan, tahun anggaran 2019 sampai dengan 2020, kurang lebih sebesar Rp 835 juta.
JPU juga menjelaskan, selain adanya aliran dana fiktif, kemudian terdakwa terjerat karena pembuatan jalur distribusi pipa yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, dan juga bon pipa yang ternyata juga diduga fiktif.
Diketahui juga sebelumnya, kedua terdakwa ditetapkan sebagai tersangka pada 29 September 2022, yang kemudian dilakukan penahanan terhadap keduanya.
Selain itu, dalam penyidikan, tim dari Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Painan telah memintai keterangan 13 orang saksi sejak ditetapkannya keduanya sebagai tersangka.
#rdo/ede