JAKARTA -- Pihak Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menduga, terjadi pelanggaran hukum dan hak asasi manusia (HAM) dalam tragedi Stadion Kanjuruhan yang menewaskan 174 orang, Sabtu (1/10/2022).
"Atas peristiwa tersebut kami menilai telah terjadi dugaan pelanggaran hukum dan HAM," ujar Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti dalam keterangan tertulis, Minggu (2/10/2022).
Fatia menyampaikan, setidaknya ada empat alasan peristiwa itu disebut melanggar hukum dan HAM. Pertama, aparat TNI Polri yang mengamankan laga telah melanggar undang-undang karena melakukan tindak kekerasan terhadap para suporter.
"Tindakan sewenang-wenang TNI-Polri dengan melakukan tindak kekerasan jelas merupakan bentuk pelanggaran terhadap Pasal 170 dan 351 KUHP," kata dia.
Kedua, aparat kepolisian melanggar prinsip penggunaan kekuatan dalam tindakan melepas tembakan gas air mata ke arah tribun penonton. Aturan yang dilanggar oleh para aparat ini yakni Pasal 2 Ayat 2 Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian.
"Tindakan nirkemanusiaan tersebut telah melanggar terhadap prinsip-prinsip yang diatur, yakni prinsip proporsionalitas, prinsip nesesitas dan prinsip alasan yang kuat," kata Fatia.
Ketiga, tindakan yang dilakukan aparat polisi menyalahi prosedur tetap pengendalian massa dalam Pasal 7 Ayat (1) huruf a, b dan e Perkapolri Nomor 6 Tahun 2006.
Keempat, polisi yang membawa senjata gas air mata melanggar ketentuan dari Federasi Sepakbola Internasional (FIFA).
"Dalam Article 19 point b ditegaskan bahwa: “No firearms or crowd control gas shall be carried or used.” Bahwa penggunaan senjata gas air mata telah dilarang oleh FIFA, bahkan tidak diperbolehkan dibawa dalam rangka mengamankan pertandingan sepak bola," ujar Fatia.
#okz/bin