PADANG -- Pembangunan tol Padang-Pekanbaru sudah bermasalah dari segi perencanaan. Jika diurai, maka pembangunan tol ini tidak melibatkan partisipasi masyarakat. Hal ini diungkapkan Kepala Departemen Advokasi Wahana Lingkungan Hidup Sumatra Barat (Walhi Sumbar), Tomy Adam.
"Perencanaan tol di Kabupaten Limapuluh Kota memakai metode top down atau perencanaannya langsung dari pusat, baru disosialisasikan kepada masyarakat," kata Tomy di Padang, Minggu (7/8/2022).
Perencanaan seperti ini dinilai rawan konflik karena tidak melibatkan partisipasi masyarakat.
"Wajar saja banyak yang menolak tanahnya dijadikan tol," lanjut Tomy.
Selain perencanaan, permasalahan tol di Sumbar juga tersangkut kultur masyarakat adat. Tanah di Sumbar dianggap sebagai bagian dari adat atau suku. Mayoritas di Sumbar, status tanah ialah milik ulayat. Jika tanahnya hilang, maka sama saja sukunya hilang.
"Berbeda dengan Riau yang dilalui tol itu. Wilayah di Riau itu mayoritas perkebunan kelapa sawit yang tanahnya milik negara," jelasnya.
Permasalahan lain di Sumbar ialah pembangunan tol itu melalui tempat yang produktif seperti sawah, ladang dan perkebunan.
"Banyak masyarakat Sumbar yang menggantungkan hidup pada pertanian. Jika lahannya dijual, maka mereka hidup dengan apa lagi?," tutupnya.
#jpnn/bin