JAKARTA -- Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa pemerintahannya masih memprioritaskan isu pemberantasan korupsi mendapat kritikan dari Indonesia Corruption Watch (ICW). Menurut Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, pernyataan itu sangat bertolak belakang dengan fakta.
“Faktanya justru bertolak belakang. Isu pemberantasan korupsi kian dipinggirkan, bahkan diruntuhkan saat era kepemimpinan Presiden Joko Widodo,” kata Kurnia dalam keterangan tertulis, Rabu (17/8/2022).
Kurnia mencontohkan, hal ini terlihat pada kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinilai semakin carut marut. Dia menyatakan, runtuhnya KPK terjadi karena ketidakjelasan sikap Presiden, mulai dari revisi UU KPK hingga memilih pelanggar etik menjadi pimpinannya.
Akibatnya, kata Kurnia, kepercayaan publik anjlok terhadap lembaga antirasuah tersebut. “Apakah sikap politik hukum pemberantasan korupsi semacam itu yang dibanggakan oleh Presiden?,” cetus Kurnia.
Belum lagi narasi mengenai Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang seolah melihat kenaikan satu angka sebagai sebuah prestasi gemilang. Padahal, pada faktanya, lanjut Kurnia, era Presiden Jokowi IPK Indonesia anjlok luar biasa, dari 40 ke 37 tahun 2020 lalu.
“Penting untuk dicatat, fenomena turunnya IPK belum pernah terjadi sejak 2008. Jadi, angka 38 itu baiknya dimaknai sebagai kemunduran, karena masih terpaut dua poin dari pencapaian tahun 2019,” ungkapnya.
Apalagi dalam isu legislasi, peran Presiden Joko Widodo sangat minim untuk menghasilkan undang-undang pendukung terhadap pemberantasan korupsi. Bisa dibayangkan, delapan tahun pemerintahan era Presiden Jokowi berjalan, tidak ada satu pun legislasi yang memperkuat pemberantasan korupsi diundangkan, mulai dari RUU Perampasan Aset, RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal, maupun RUU Tindak Pidana Korupsi.
“Mirisnya, UU yang diundangkan justru menggembosi pemberantasan korupsi itu sendiri, yakni RUU KPK,” sesal Kurnia.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menegaskan upaya pemberantasan korupsi masih menjadi prioritas utama. Karena itu, Jokowi meminta Polri, Kejaksaan Agung dan KPK untuk selalu melakukan kerja-kerja pemberantasan korupsi.
“Pemberantasan korupsi terus menjadi prioritas utama, untuk itu Polri, Kejaksaan dan KPK terus bergerak. Korupsi besar di Jiwasraya, Asabri dan garuda berhasil diongkar dan pembenahan total telah dimulai,” kata Jokowi dalam sambutan sidang tahunan MPR, DPR dan DPD RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/8/2022).
Jokowi pun meminta penyelamatan aset negara yang tertunda seperti di kasus BLBI untuk terus dikejar. Dia tak memungkiri, tim satuan tugas (Satgas) BLBI telah menunjukkan hasil.
Kepala negara menegaskan, hukum harus ditegakkan dengan seadil-adilnya tanpa pandang bulu. Menurut Jokowi, keamanan, ketertiban sosial, stabilitas politik adalah kunci rasa aman untuk memberikan keadilan.
“Khususnya oleh aparat penegak hukum dan lembaga-lembaga peradilan,” tegas Jokowi.
Mantan Wali Kota Solo ini pun mengapresiasi skor indeks persepsi korupsi mengalami kenaikan dari 37 menjadi 38 pada 2021. Sementara berdasarkan data BPS, indeks perilaku antikorupsi juga meningkat dari 3,88 ke 3,93 pada 2022.
Selain itu, Jokowi juga meminta agar aparat penegak hukum bisa menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat. Hal ini diungkapkan Jokowi menjadi perhatian Pemerintah.
“Tindak lanjut atas temuan Komnas HAM masih terus berjalan. Keppres pembentukan tim penyelesaian non yudisial pelnggaran HAM berat masa lalu juga telah saya tandatangani,” pungkas Jokowi.
#jpnn/bin