JAKARTA -- Kisruh utang Sea Games 1997 yang dibebankan kepada Bambang Trihatmodjo terus berlanjut, menyusul pihak Bambang Trihatmodjo menyatakan tidak adil jika utang dana talangan Sea Games 1997 hanya dibebankan kepadanya.
Pengacara Bambang, Prisma Wardhana menyatakan utang itu seharusnya dilihat secara komprehensif dari berbagai sisi.
"Kalau pak Bambang Tri disuruh bayar malah nggak adil. Harus dilihat komprehensif," ujar Prisma dalam konferensi pers yang diadakan di bilangan Ampera, Jakarta Selatan, Rabu (23/2/2022).
Menjawab pertanyaan apakah Bambang mau bayar utang? Prisma menegaskan masalah utang ini bukan perkara mau bayar atau tidak membayar, namun harus dilihat lagi secara lengkap dari berbagai sisi mulai dari sisi yuridis, politis, sosial hingga bagaimana pemanfaatannya kepada masyarakat.
"Kalau ditanya apakah Pak Bambang nggak mau bayar hutangnya? Ini bukan masalah mau bayar atau tidak, tapi bagaimana persoalan dilihat secara komprehensif, dilihat secara yuridis, politis, sosial, bagaimana pemanfaatannya. Untuk siapa dan bagaimana, dan dilihat bagaimana utang itu untuk kepentingan siapa dan apa?," papar Prisma.
Lebih lanjut ia mengatakan secara historis dan yuridis, sebetulnya yang bertanggung jawab pada utang dana talangan Sea Games adalah PT Tata Insani Mukti (PT TIM) sebagai badan hukum pelaksana Konsorsium Mitra Penyelenggara (KMP), bukan Bambang Trihatmodjo.
Malah menurutnya Bambang selaku komisaris utama PT TIM selaku KMP Sea Games 1997 tidak memiliki saham sama sekali dalam perusahaan penyelenggara tersebut.
"Soal penanggung jawab Sea Games itu adalah konsorsium swasta, itu adalah PT Tata Insani Mukti. Pak Bambang pun sebagai komisaris utama tak ada saham di situ. Maka PT yang seharusnya bertanggung jawab," kata Prisma.
Lebih lanjut menurutnya malah ada tokoh lain yang bertanggung jawab di balik PT TIM. Tokoh tersebut adalah Bambang Soegomo dan Enggartiasto Lukita. Keduanya adalah pemilik saham lewat dua perusahaan masing-masing pada PT TIM.
"Adapun PT TIM sebagai KMP SEA Games XIX tahun 1997 di Jakarta sahamnya dimiliki oleh PT Perwira Swadayatama milik Bambang Soegomo dan PT Suryabina Agung milik Enggartiasto Lukita," jelas Prisma.
Diketahui, kasus ini bermula saat SEA Games di Jakarta pada 1997. Bambang saat itu menjadi Ketua Konsorsium Mitra Penyelenggara (KMP) SEA Games 1997. Teknis pelaksanaannya dilakukan oleh PT Tata Insani Mukti.
Ayah Bambang, yang kala itu menjadi Presiden RI, menggelontorkan uang Rp 35 miliar untuk konsorsium tersebut lewat jalur Bantuan Presiden (Banpres). Dana tersebut adalah dana non-APBN dari dana reboisasi Departemen Kehutanan yang dipakai Kemensetneg.
Dana Rp 35 miliar itu digunakan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) untuk pembinaan atlet dan pembuatan pemusatan latihan nasional alias Pelatnas. Setelah hajatan SEA Games selesai dan Soeharto tumbang, Bambang diminta mengembalikan dana tersebut ke negara ditambah bunga 5% per tahun. Tagihan terus membengkak menjadi Rp 50 miliar dan masih akan terus bertambah seiring berjalannya waktu.
Bukan cuma menganggap tidak adil, Bambang Trihatmodjo lewat pengacaranya juga menyatakan sebetulnya dia juga sudah berkorban sebagai pimpinan konsorsium dengan menombok total dana Sea Games 1997.
Shri Hardjuno Wiwoho selaku pengacara Bambang lainnya menyatakan dana Sea Games 1997 ternyata sempat bengkak hingga sekitar Rp 51 miliar.
Awalnya dana Sea Games disepakati hanya Rp 70 miliar, jumlah itu disediakan oleh PT Tata Insani Mukti (PT TIM) sebagai badan hukum pelaksana Konsorsium Mitra Penyelenggara (KMP). Bambang Trihatmodjo merupakan pimpinan Konsorsium dan dalam perusahaan dia adalah komisaris utama namun tidak memiliki saham dalam PT TIM.
Dana Sea Games bertambah jadi Rp 35 miliar, dana itu digunakan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) untuk pembinaan atlet dan pembuatan pemusatan latihan nasional alias Pelatnas. Dana Rp 35 miliar sendiri didapatkan dari dana bantuan pemerintah, diambil dari dana reboisasi yang dikumpulkan oleh Kementerian Kehutanan.
Duit Rp 35 miliar itu nantinya akan menjadi cikal bakal utang Sea Games yang ditagihkan ke Bambang Trihatmodjo. Sejauh ini total dana Sea Games menjadi Rp 105 miliar.
Nah menurut Hardjuno, usai penyelenggaraan Sea Games, dana penyelenggaraan setelah diaudit bengkak lagi. Totalnya menjadi senilai Rp 156 miliar. Ada sisa Rp 51 miliar yang belum ditutup.
"Jadi dalam proses itu sesuai dengan audit yang eksternal habisnya Sea Games mencapai Rp 156 miliar. Awalnya, disepakati Rp 70 miliar. Nah dana talangan itu Rp 35 miliar. Ada sisa Rp 51 miliar," kata Hardjuno dalam acara yang sama.
Sisa dana itu ditutup oleh PT TIM. Menurut Hardjuno untuk menutup sisa dana itu Bambang Trihatmodjo ikut memberikan aset dan uangnya.
"Nah pada saat penyelenggaraan Sea Games ini harus ditutup dong sisanya. Itu diselesaikan PT TIM, dan PT TIM sampaikan beberapa aset pak Bambang Tri tutup sisanya itu," ungkap Hardjuno.
Kembali ke Prisma Wardhana, ia menyatakan pihaknya sudah mencoba menagih hak kliennya yang digunakan PT TIM untuk melunasi sisa bengkak dana Sea Games sebanyak Rp 51 miliar. Pihaknya menggugat PT TIM di PN Jakarta Selatan dengan nomor gugatan 159/Pdt G/PN Jaksel di 2021.
Keputusannya, Bambang Trihatmodjo menang dan PT TIM mengakui uang Rp 51 miliar yang digunakan untuk menambal bengkak dana Sea Games didapatkan mayoritas dari kocek Bambang Trihatmodjo.
"Apakah dari situ ada punya pak Bambang Tri? Di situlah gugatan kita jalankan dan itu sudah inkrah, PT TIM melalui Dirutnya meminta permohonan maaf kepada pak Bambang Tri. Mereka akui di gugatan inkrah itu Rp 51 miliar itu ada uang pak Bambang," kata Prisma.
Prisma juga menyatakan Bambang Trihatmodjo pun mengakui memberikan uang dan beberapa asetnya untuk menombok bengkak dana Sea Games. Dia tak menjelaskan hitung-hitungan secara pasti, namun menurutnya dari pengakuan Bambang dari dana Rp 51 miliar ada sekitar 70% lebih uang Bambang di situ.
"Berdasarkan dari keterangan dan informasi dari pak Bambang, memang dia mengakui dia mengeluarkan banyak hal, uang dan aset untuk menutup Rp 51 miliar. Itu beban dominan tadi dikatakan hampir 70% dari uang pribadi," papar Prisma.
Nah pihaknya sudah meminta PT TIM untuk melakukan realisasi terhadap putusan gugatan soal uang Bambang itu. Namun, hingga batas waktu yang ditentukan tidak juga diberikan. Maka dari itu, kini pihaknya kembali menggugat PT TIM sekaligus nama-nama di baliknya untuk melakukan putusan gugatan sebelumnya.
Bambang turut menggugat segenap nama lainnya di balik PT TIM, yaitu Bambang Riyadi Soegono, Oey Se Khay, Hendro Santoso Gondokusumo dan Made Oka Masagung.
"Terkait tanggung jawab gugatan itu kami sudah melakukan lanjutannya. Kami panggil PT TIM sampai batas waktu yang ditentukan, tapi tak ada realisasinya. Maka kami lakukan gugatan 95/PdtG/PN Jaksel di tahun 2022 ini untuk melakukan eksekusi keputusan gugatan lama," jelas Prisma.
Bambang Trihatmodjo sendiri diminta untuk membayar dana talangan Sea Games senilai Rp 35 miliar tadi, dengan bunganya sampai sekarang ada tagihan sampai Rp 50 miliar. Padahal di sisi lain, menurut Prisma, kliennya pun sudah menombok uang senilai Rp 51 miliar untuk menutupi bengkak dana Sea Games.
Sejauh ini pihaknya masih menunggu dan menjalankan pengadilan untuk meminta dana tombokan Rp 51 miliar dikembalikan kepada Bambang dari PT TIM. Bukan tidak mungkin pihaknya juga akan menagih negara untuk hak kliennya yang sudah menombok dana Sea Games. Dalam gugatannya ke PT TIM Bambang menagih uang Rp 51 miliar itu dihitung dengan bunga yang ada, menjadi Rp 68 miliar.
"Kalau pemerintah mau head to head yang utang Rp 35 miliar dan memaksa dengan dikalikan bunga itu, maka yang Rp 51 miliar dengan dikalikan bunga ini juga bisa jadi bargaining. Namun, kami akan menunggu proses pengadilan dengan PT TIM terlebih dahulu, bila ada hak untuk klien kami yang juga harus dibayar negara maka akan kami tagih juga," ungkap Prisma.
#dtc/bin