MANUSIA sudah ditakdirkan untuk berpasang-pasangan di dunia maupun di akhirat. Maka dari itu Islam mengatur umatnya untuk berpasangan dengan pernikahan.
Namun, pernikahan tidak semuanya dilakukan hanya satu kali, beberapa perempuan akhirnya menikah lagi setelah bercerai ataupun karena meninggalnya suami. Jika terjadi hal tersebut, siapa yang akan menjadi suami atau pasangan di akhirat nanti?
Terdapat beberapa pendapat mengenai hal ini, Pendapat pertama mengatakan bahwa nantinya yang akan menjadi suami di akhirat adalah laki-laki yang terakhir menjadi suami di dunia.
As-Sya’rani mengutip hadis riwayat sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman.
عَنْ حُذَيْفَةَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ لاِمْرَأَتِهِ : إِنْ سَرَّكِ أَنْ تَكُونِى زَوْجَتِى فِى الْجَنَّةِ فَلاَ تَزَوَّجِى بَعْدِى فَإِنَّ الْمَرْأَةَ فِى الْجَنَّةِ لآخِرِ أَزْوَاجِهَا فِى الدُّنْيَا فَلِذَلِكَ حَرُمَ عَلَى أَزْوَاجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يَنْكِحْنَ بَعْدَهُ لأَنَّهُنَّ أَزْوَاجُهُ فِى الْجَنَّةِ
Artinya, “Hudzaifah Ibnul Yaman mengatakan kepada istrinya, ‘Jika kau ingin aku menjadi suamimu di surga, jangan kau menikah sepeninggalku karena perempuan di surga adalah bagian dari suami terakhirnya di dunia".
Maka dari itu, para istri Rasulullah SAW tidak menikah walaupun Rasulullah SAW telah wafat, karena mereka ingin menjadi istri nabi di surga. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Ibnu Katsir dalam karyanya Qashashul Anbiya.
As-Sya’rani juga mengutip hadis riwayat Abu Darda yang mendukung pendapat.
خَطَبَ مُعَاوِيَةُ أُمَّ الدَّرْدَاءِ فَأَبَتْ أَنْ تُزَوِّجَهُ ، قَالَتْ : سَمِعْتُ أَبَا الدَّرْدَاءِ ، يَقُولُ : قَالَ رَسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم : الْمَرْأَةُ لِآخِرِ أَزْوَاجِهَا ، وَلَسْتُ أُرِيدُ بِأَبِي الدَّرْدَاءِ بَدَلاً
Artinya, “Muawiyah pernah melamar Ummu Darda sepeninggal suaminya. Tetapi janda Abu Darda itu menolak pinangan Muawiyah. Ummu Darda mengatakan, dirinya pernah mendengar wasiat Abu Darda dengan mengatakan, Rasulullah SAW bersabda, ‘Perempuan di surga adalah bagian dari suami terakhirnya di dunia. Jangan kau menikah sepeninggalku,’” (HR At-Thabarani, Abu Ya’la, Al-Khatib).
Pada riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda dengan hadis serupa.
أيما امرأة توفى عنها زوجها فتزوجت بعده فهى لآخر أزواجها
Artinya, “Perempuan yang ditinggal mati suaminya, lalu menikah lagi sepeninggal suaminya, maka ia (di akhirat) adalah bagian dari suami terakhirnya di dunia.” (HR At-Thabarani).
Namun terdapat pendapat lain, pendapat kedua ini mengatakan bahwa perempuan yang menikah beberapa kali di dunia nantinya diperbolehkan memilih siapa di antara laki-laki yang pernah menikahinya untuk menjadi suaminya di akhirat nanti.
Pendapat yang sama dengan pendapat kedua juga disampaikan oleh Imam Abu Bakar Ibnul Arabi. Mengutip hadis Rasulullah SAW yang terjemahannya, “Perempuan yang memiliki beberapa suami dipersilakan untuk memilih salah satu dari mereka untuk menjadi pasangannya (di akhirat).”
Dan pendapat ketiga mengatakan bahwa perempuan yang menikah beberapa kali di dunia nantinya di akhirat akan bersuami dengan laki-laki yang paling baik akhlaknya.
As-Sya’rani mengutip hadis riwayat At-Thabarani dan Al-Bazzar dari Ummu Habibah yang bertanya kepada Rasulullah SAW perihal perempuan yang pernah menikah dua kali.
أن أم حبيبة قالت: يا رسول الله المرأة يكون لها الزوجان في الدنيا، يموتان, فيجتمعان في الجنة، لأيهما تكون للأول أو للآخر؟ قال : لأحسنهما خلقاً كان معها في دار الدنيا ثم قال يا أم حبيبة ذهب حسن الخلق بخيري الدنيا والآخرة
Artinya, “Ummu Habibah bertanya kepada Rasulullah, ‘Ya Rasul, seorang perempuan memiliki dua suami di dunia. Keduanya wafat dan berkumpul di akhirat. Siapakah yang akan menjadi suami perempuan itu?’ Rasul menjawab, ‘Perempuan itu akan menjadi istri laki-laki yang paling baik akhlaknya terhadap perempuan itu saat di dunia.’ Rasul kemudian melanjutkan, ‘Wahai Ummu Habibah, laki-laki dengan akhlak yang baik pergi membawa kebaikan dunia dan akhirat,’” (HR At-Thabarani dan Al-Bazzar).
As-Sya’rani menyarankan para suami untuk bersikap dengan akhlak yang baik terhadap istri mereka di dunia agar para suami itu dapat menjadi suami dari istri mereka sendiri kelak di akhirat. (As-Sya’rani, Muhktashar Tadzkiratul Qurthubi: 103).
#rdb