KOMANDAN Pangkalan Utama TNI AL (Dantamal) II Padang, Laksamana Pertama (Laksma) TNI Hargianto Dt Bagindo Malano Nan Hitam SE, MM, M.Si akan launching buku otobiografinya pada 22 Oktober mendatang. Sedianya bertempat di Grand Zuri Hotel, Padang.
PADANG -- Buku berjudul "Stokar Oplet Jadi Komandan Kapal Perang" itu mengisahkan perjalanan hidup Hargianto yang penuh lika liku, mulai dari masa-masa belia, ketika bersekolah di SD, SMP dan SMA hingga kemudian berhasil diterima menjadi taruna Akabri AL angkatan ke-32 tahun kelulusaan1987, lalu sempat menjadi komandan kapal perang dan terakhir kini menjabat sebagai orang nomor satu di jajaran Lantamal II Padang dengan pangkat bintang satu.
Sebenarnya, menurut jenderal penyuka durian ini, untuk menggapai dan mewujudkan mimpi tidaklah teramat sulit. Asalkan kita punya kemauan
"Kalau ada kemauan, banyak jalan. Kalau tidak ada kemauan, banyak alasan.” Pesan sang ayah selalu teringat dan menjadi motivasi membangkitkan semangat jika menemukan berbagai hambatan dan rintangan. Alhamdulillah semua rintangan itu berhasil dilewati.
Menurut Laksma TNI Hargianto, untuk menulis buku otobiografi setebal 403 halaman itu ia menghabiskan waktu sekitar 3 bulan. Ikut memberikan sambutan dalam buku ini antara lain Laksamana Madya TNI (Purn) Djoko Sumaryono, Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah dan mantan Ketua Bappenas Andrinof Chaniago.
Kata pengantar pada buku autobiografi Danlantamal Laksma TNI Hargianto ditulis oleh Fauzi Bahar mantan Walikota Padang. Selain juga telah bergelar datuak fan menjadi pimpinan adat di kaumnya, Fauzi Bahar Datuk Rajo Nan Satu dan Hargianto pernah sama-sama bertugas di korps angkatan laut.
Membaca buku yang ditulis oleh putra kebanggaan Bahar St Baheram (Alm) dan Ibunda Hj. Darnis (Almh) dari Kampuang Ciangkariang Kabupaten Agam Bukittinggi ini, seakan kita membaca buku yang ditulis oleh seorang novelis. Kalimatnya lugas, lancar dan mendayu-dayu.
Berikut kutipan satu alenia dari tulisan Laksma TNI Hargianto di buku autobiografi-nya:
KRI Silas Papare bergerak gagah meninggalkan pelabuhan Sabang pagi hari itu. Langit cerah, tidak ada hujan. Sinar matahari yang benderang bagai menyirami ruang terbuka kapal.
Kami berlayar untuk melakukan patroli di wilayah pantai barat Sumatera, di sepanjang Aceh sampai Bengkulu.
Kapal berbobot 793 ton ini berjalan perlahan, jauh di bawah kecepatan maksimalnya yang lebih dari 20 knot per jam.
KRI Silas Papare adalah kapal korvet kelas Parchim yang dibuat untuk Volksmarine (Angkatan Laut Jerman Timur) ketika Jerman masih terbelah oleh tembok Berlin. dst….
Agar anda puas menikmati tulisan sang Danlantamal, silahkan baca dan cari di perpustakaan atau toko buku terdekat di kota Anda.
#naskah kiriman H. Yuharzi Yunus
#re-editing: Ede Sumatrazone