JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Bupati nonaktif Bandung Barat Aa Umbara Sutisna tujuh tahun penjara.
Aa dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan barang bantuan sembako Covid-19.
Tuntutan dibacakan salah satu Jaksa KPK, Budi Nugraha dalam sidang dengan agenda tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE, Martadinata, Bandung, Jawa Barat, Senin (25/10/2021).
Jaksa menyebut Aa telah melanggar dakwaan kumulatif 1 dan 2 yakni Pasal 12 huruf i dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang nomor 31 Tindak Pidana Korupsi.
"Menjatuhkan pidana selama tujuh tahun dikurangi selama dalam tahanan dan denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan," ujar Budi, saat membacakan tuntutan
Aa juga diminta membayar uang pengganti sebesar Rp 2 miliar.
Apabila tidak dapat membayar dalam waktu dua bulan, maka harta benda Aa akan disita untuk dilelang menutupi kekurangan uang pengganti.
"Jika tidak tercukupi, akan dipidana selama satu tahun," katanya.
Jaksa juga meminta agar hak politik Aa dicabut selama lima tahun.
Adapun hal yang memberatkan Aa Umbara dalam perkara ini, kata Jaksa, Aa Umbara tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan tidak mengakui perbuatannya.
"Bahwa perbuatan terdakwa selaku Bupati Bandung Barat yang ditugaskan mengawasi pengadaan barang atau jasa dalam keadaan darurat, namun terdakwa ternyata ikut mengatur penyedia paket pengadaan barang tanggap darurat bencana pandemi Covid-19 pada Dinas Sosial Kabupaten Bandung Barat," kata JPU KPK, saat membacakan surat dakwaan, di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (18/8/2021).
Dalam dakwaan itu, Aa Umbara diketahui bekerja sama dengan anaknya Andri Wibawa dan seorang pengusaha bernama M Totoh Gunawan.
Saat itu, Pemkab Bandung Barat melakukan recofusing anggaran penanggulangan Covid-19 dalam bentuk belanja tak terduga (BTT) tahun anggaran 2020.
BTT ditetapkan sebesar Rp 52 miliar lebih untuk pemberian bansos kepada masyarakat Bandung Barat terdampak Covid-19.
"Namun, dalam mewujudkan program bansos tersebut, terdakwa menginginkan adanya keuntungan bagi dirinya dan keluarga," katanya.
Saat akan dilakukan pengadaan, Aa melakukan penunjukan langsung penyedia paket bansos sembako yang berasal dari keluarga dan orang-orang terdekat Aa serta M Totoh Gunawan selaku pengusaha di bawah PT JDG dan CV SSGCL.
M Totoh Gunawan kemudian dikenalkan kepada sejumlah pejabat di Pemkab KBB sebagai perusahaan pengadaan paket sembako untuk jaring pengaman sosial (JPS) dan bantuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Aa Umbara meminta M Totoh Gunawan menjadi penyedia paket bantuan sosial dengan jumlah 120.000 paket untuk JPS sebesar Rp 300.000 per paket dan untuk kegiatan PSBB sebesar Rp 250.000per paket.
"Dengan syarat harus menyisihkan sebesar enam persen dari total keuntungan untuk terdakwa," ucapnya.
Pembayaran paket sembako tersebut dilakukan secara bertahap, total ada enam kali pembayaran yang dilakukan Pemkab Bandung Barat kepada perusahaan Totoh Gunawan.
Dari enam kali pengadaan paket bansos sebanyak 55.378, Pemkab Bandung Barat melakukan pembayaran sebesar Rp 15.948.750.000. Adapun Totoh mendapat keuntungan sebesar Rp 3.405.815.000.
Selain itu, Aa Umbara juga bekerja sama dengan anaknya Andri Wibawa untuk penyediaan bansos. Andri sendiri sudah menyiapkan perusahaan CV Jayakusuma Cipta Mandiri (JCM) dan CV Satria Jakatamilung (SJ) sebagai penyedia bansos. Dia juga meminta imbalan satu persen dari keuntungan yang didapat perusahaan tersebut.
Kepada Andri, Pemkab Bandung Barat membayar dengan empat kali tahapan. Total uang yang dibayarkan untuk 120.675 paket sebesar Rp 36.202.500.000.
"Sehingga atas pengadaan paket bansos tersebut, Andri Wibawa mendapatkan keuntungan Rp 2,6 miliar," kata Jaksa.
#viva