JAKARTA - Komisi III DPR meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) mengawasi ketat keuangan penerimaan negara usai mencuatnya dugaan skandal impor emas Rp 47,1 triliun. Jaksa Agung ST Burhanuddin akan menindaklanjuti hal tersebut.
"Kami ini punya program, bukan hanya pengawalan APBN saja, tetapi kami juga ada program menyelamatkan uang masuk ke negara, penerimaan negara. Dan itu kami seimbangkan, kami balance-kan. Dan kita sudah memulainya, Pak. Maka mohon izin ada perkara bea-cukai, kemudian perkara tertentu, kami mengawasi untuk penerimaan," kata Burhanuddin dalam rapat bersama Komisi III DPR, Senin (14/6/2021).
Burhanuddin akan menindaklanjuti pemeriksaan ke-8 perusahaan yang disebut terlibat dalam skandal impor emas.
"Insyaallah apa yang Bapak sampaikan, syukur-syukur kalau kami punya data yang agak lengkap yang 8 perusahaan itu. Siap, Pak, siap, Pak, itu yang, terima kasih untuk pelaksanaannya," ujarnya.
Lebih lanjut Burhanuddin juga akan berfokus mengusut mafia pertambangan. Dia menegaskan akan terus mengawasi masalah korupsi dari penerimaan negara.
"Kemudian yang mafia pertambangan kita sedang memulainya. Mohon dukungannya nantinya. Karena bagaimanapun riskan, karena ini UU Minerba, UU Minerba, jadi bagaimana kami akan menyisirnya dari sisi tindak pidana korupsinya," ujarnya.
"Memang sedikit agak bermasalah nantinya, tapi mohon dukungannya, ini kan ranahnya, kami kan ranahnya hanya korupsi, tapi ada sisi penerimaan negara yang perlu kami selamatkan," lanjut Burhanuddin.
Legislator PDIP Ungkap Skandal Impor Emas Rp 47,1 T
Sebelumnya, dugaan skandal impor emas di Bandara Soetta itu diungkap oleh Arteria Dahlan. Arteria meminta Jaksa Agung mengusut kasus tersebut.
"Ini ada masalah penggelapan, ini ada maling terang-terangan. Saya ingin sampaikan, coba diperiksa Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Soekarno-Hatta, namanya inisialnya FM, apa yang dilakukan, Pak? Ini terkait impor emas senilai Rp 47,1 triliun," kata Arteria dalam rapat bersama Jaksa Agung di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/6/2021).
Arteria menjelaskan penyelewengan yang dimaksud itu adalah adanya perubahan data emas ketika masuk di Bandara Soetta. Emas yang semula dikirim dari Singapura berbentuk setengah jadi dan berlebel, namun ketika sampai di Bandara Soetta emas itu diubah label menjadi produk emas bongkahan, sehingga tidak dikenai pajak ketika masuk di Bandara Soetta.
"Singkatnya, ini emas biasa, semua emas diimpor dari Singapura, ada perbedaan laporan ekspor dari negara Singapura ke petugas Bea-Cukai. Waktu masuk dari Singapura, barangnya sudah bener, Pak, HS-nya 71081300, artinya kode emas setengah jadi," ujarnya.
"Di Indonesia, barang itu seharusnya kena biaya impor 5 persen, kena pajak penghasilan impor 2,5. Tapi sampai di Bandara Soetta, kode itu berubah, sudah berubah saat dicatat di dokumen pemberitahuan dokumen impor. Yang tadi sudah berbatangan, berlabel, jadi seolah dikatakan sebagai bongkahan. Kodenya dicatat 71081210. Artinya emas bongkahan. Konsekuensinya, emas bongkahan tidak kena biaya impor. Tidak kena lagi yang namanya PPh impor," lanjut Arteria
#dtc/eva/gbr