PADANG -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatra Barat menuntut terdakwa Yelnazi Rinto yang terjerat kasus dugaan penyelewengan dana infak Masjid Raya Sumatra Barat (Sumbar).
Ia dituntut bersalah sehingga dijatuhi hukuman penjara akibat menilep dana sisa Peringatan Hari Besar Islam (PHBI), dana Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Tuah Sakato dan APBD Biro Bina Mental dan Kesra Setda Provinsi Sumbar, tahun anggaran 2019.
“Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama delapan tahun, denda Rp 350.000.000 dan subsider enam bulan penjara,” kata JPU Pitria cs, membacakan amar tuntutannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Kelas I A Padang, Senin (25/1/2021) sore.
Selain itu terdakwa yang juga ASN Pemprov Sumbar diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp1.754.979.804,- subsider empat tahun penjara.
JPU berpendapat bahwa terdakwa melanggar pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 Undang-Undang RI nomor 31 tahun 1999, tentang tindak pidana korupsi. Sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2001, tentang perubahan atas undang RI nomor 31 tahun 1999 jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
“Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Terdakwa memiliki peran yang signifikan dalam terjadinya tindak pidana korupsi yang dilaksanakan sendiri. Terdakwa tidak mengembalikan kerugian negara,” ujar JPU.
Menanggapi tuntutan JPU, terdakwa yang didampingi Penasihat Hukum (PH) Riefdiana Nadra, Devie Diany, bersama tim mengajukan nota pembelaan (pleidoi).
“Kami minta waktu untuk mengajukan pledoi majelis,” sebut PH terdakwa.
Sidang yang diketuai oleh Yose Ana Roslinda didampingi hakim anggota M.Takdir dan Zaleka, menunda sidang hingga 29 Januari mendatang.
Dalam dakwaan JPU dijelaskan bahwa terdakwa Yelnazi Rinto selaku bendahara pengeluaran pembantu pada Biro Bina Sosial (Binsos) Sumbar periode 2010 hingga 2019. Bendahara Masjid Raya Sumbar priode 2017. Bendahara Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Tuah Sakato dan pemegang kas Panitia Hari Besar Islam (PBHI) tahun 2013-2017.
Peran terdakwa yakni memindahkan buku uang zakat yang ada di rekening UPZ Tuah Sakato sebesar Rp 375.000.000 ke rekening infak Masjid Raya Sumbar pada Bank Nagari Kantor Gubernur Sumbar, dengan cara memalsukan tanda tangan wakil ketua UPZ.
Setelah uang tersebut masuk ke rekening, terdakwa langsung menariknya dengan menggunakan slip penarikan. Tak hanya itu, terdakwa juga memalsukan tanda tangan kepala Biro Bintal dan Kesra Setda Provinsi Sumbar.
Selanjutnya pada tanggal 1 Mei 2018, rekening bendahara pengeluaran Pembantu Biro Bintal dan Setda Provinsi Sumbar , menggunakan aplikasi Nagari Chas Management (NCM) dengan jenis ID Single User. Artinya menjalankan transaksi pemindahan buku cukup satu kali penggunaan NCM, disertai nomor hand phone terdakwa.
Kemudian terdakwa mentransfer sendiri uang persediaan dari rekening bendahara pengeluaran Pembantu Biro Bintal dan Kesra Setda Provinsi Sumbar, ke beberapa nomor rekening. Seolah-olah untuk membayar kegiatan Biro Bintal dan Kesra Setda Provinsi, sehingga total keseluruhan sebesar Rp718.370.000.
Selanjutnya uang yang ditransfer, dipindahkan atas beberapa nama orang lain, termasuk ke terdakwa sendiri. Akan tetapi uang dengan jumlah besar itu digunakan untuk membayar hutang pribadinya, bukan untuk membayar uang kegiatan.
Lebih lanjut dijelaskan dalam dakwaan, setiap selesai melaksanakan salat Jumat dan salat lima waktu di Masjid Raya Sumbar, semua infak dan sedekah yang diterima masjid dikumpulkan oleh saksi Efilman dan diantarkan ke ruang terdakwa tanpa penghitungan. Selanjutnya uang tersebut dikumpul menurut pecahannya.
Kemudian terdakwa menyetorkan uang infak pecahan Rp 20.000 ke rekening masjid, sedangkan uang pecahan Rp50.000 dan Rp100.000, disimpan dalam brankas terdakwa, untuk membayar imam, muazin, honor garin, dan lain sebagainya. Terdakwa tetap membuat laporan dan diumumkan kepada jemaah, namun uang infak tersebut malah dipergunakan untuk kepentingan terdakwa sendiri, sehingganya tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Tak hanya itu, uang kas sisa dana (PHBI) Provinsi Sumbar dan penyelenggaraan shalat Idul Fitri dan Idul Adha dan anak yatim yang berjumlah Rp 98.207.759 habis digunakan untuk keperluan terdakwa sendiri.
Terungkapnya kasus tersebut, setelah ada temuan dari laporan Penghitungan Inspektorat Provinsi Sumbar tentang kerugian keuangan negara. Perbuatan terdakwa harus dipertanggung jawabkan.
(kld/oel)