JAKARTA -- Saat menjalani fit and proper test dengan anggota Komisi III DPR RI, Komjen Listyo Sigit Prabowo menjawab soal terbunuhnya 6 anggota Laskar FPI yang dinilai melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dalam insiden Km 50 di Tol Jakarta-Cikampek.
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS Achmad Dimyati Natakusumah menilai telah terjadi pembunuhan di luar hukum atau extra judicial killing di dalam insiden yang terjadi bulan Desember 2020.
"Kejadian ini menjadi perhatian publik adanya indikasi extrajudicial killing di Km 50 pada bulan Desember 2020," ujar Dimyati di gedung Senayan, Rabu (20/1/2021).
Dimyati menyebutkan kalau masyarakat heran kenapa penegakan protokol kesehatan membuat nyawa enam orang sampai melayang.
"Kenapa pelanggaran prokes sampai membuat 6 nyawa melayang? Kami sendiri pun selama ini mengalami kesulitan untuk memberikan berbagai penjelasan kepada masyarakat," ungkap Dimyati.
Komjen Listyo menjawab, bahwa pihaknya akan mengikuti apa yang direkomendasikan oleh Komnas HAM terkait extra judicial killing di KM 50 tersebut.
“Terkait masalah kejadian extra judicial killing yang direkomendasikan Komnas HAM, kami dalam posisi sikap mematuhi dan menindaklanjuti rekomendasi dari Komnas,” ujar Listyo.
Namun, Listyo mengingatkan, bahwa harus dibedakan dengan protokol kesehatan (prokes).
Menurutnya, prokes harus tetap ditegakkan, karena keselamatan rakyat hukum tertinggi, bagaimana masyarakat tetap bisa terjaga dan angka kasus positif Covid-19 hari ini sudah 13-14 ribu.
“Jadi (pelanggaran) prokes harus tetap kita proses, masalah KM 50 kita ikuti rekomendasi Komnas HAM,” beber petinggi polri yang saat ini menjabat Kabareskrim itu.
Sigit juga angkat suara perihal adanya anggapan bahwa institusi Polri sering melakukan kriminalisasi agama. Ia berharap kedepannya kesan tersebut tak lagi ada.
"Saya kira bahasa kriminalisasi itu ke depan kami harapkan tidak ada lagi," ujar Listyo.
Sebagai pribadi polisi yang dikenal dekat dengan ulama, Listyo ingin anggapan atau kesan tersebut tak ada lagi. Listyo menegaskan bahwa kepolisian bakal lebih membuka ruang komunikasi dalam penyelesain kasus yang menyeret ulama.
“Artinya memang kami akan membuka ruang komunikasi,” tegasnya.
Namun demikian, Kabareskrim ini menuturkan bahwa perlu dibedakan dari masing-masing kasus terkait ada tidaknya unsur tindakan pidana.
"Namun demikian kalau ada proses penegakan hukum yang kami lakukan itu bukan karena kriminalisasi, namun karena ada tindak pidana yang terjadi," tutup Listyo.
#sindonews