PADANG -- "Silek" atau silat, merupakan seni dalam olahraga beladiri yang telah sejak lama berkembang di Minangkabau. Selain olahraga, Silek juga menampilkan seni budaya dalam bentuk pergerakan tubuh dengan berbagai macam aliran yang diperagakan. 

Salah satunya adalah Silek Tuo aliran dari Silaturahim Kala (kalajengking) Hitam yang telah berdiri sejak tahun 1986. Silek ini memadukan antara beladiri Karate, Kungfu dan Silat Tradisi yang bersendikan pada agama. 

Selain untuk melindungi diri, Silek ini bermanfaat untuk olahraga dan kesehatan, mengajak anak-anak muda generasi bangsa untuk tidak salah melangkah dan lebih memilih kegiatan yang bersifat positif, seperti berlatih silat untuk beladiri dan melestarikan budaya minangkabau terutama silek, agar tidak tergerus perkembangan zaman. Salah satunya adalah Aipda Fadli Joni yang mengikuti Silek tersebut.  

Sudah hampir tiga tahun, polisi yang berdinas di Bidang Hubungan Masyarakat (Bidhumas) Polda Sumbar ini menekuni sekaligus mendalami Silek Silaturahim Kala Hitam. 

Selain untuk belajar ilmu beladiri, Aipda Fadli menekuni Silek tersebut untuk menjaga dan melestarikan budaya Silek tersebut. 

Aipda Fadli Joni bersama keluarga kecil tercinta
"Silek ini sangat berguna untuk beladiri, mempertahankan diri dan membantu orang lain dari ancaman musuh atau orang yang berbuat jahat," kata Aipda Fadli. 

"Dan ini perlu kita lestarikan budaya tradisional kita selaku masyarakat Minang," ungkapnya menambahkan. 

Sementara, Amril Yakub Malin Marajo selaku Guru Silek Silaturahim Kala Hitam menyebut Silek yang diajarkan tersebut terdiri dari berbagai aliran beladiri yang dipadukan termasuk kungfu dan karate, serta menseleraskan doa serta zikir dalam setiap gerakan silatnya.

"Agar kuat dan kokoh dalam kuda-kuda dan langkah, seperti kata pepatah minang "baurek tambang kabumi bapucuak cawang kalangik, kuat kaki seperti terikat tali tambang di bumi, seperti pucuk kayu kokoh tergantung ke langit," ujar Amril. 

Dijelaskan Amril, pencak silat di dalam pengertian para tuo silek (guru besar silat) adalah mancak dan silek. 

Kata mancak atau dikatakan juga sebagai bungo silek (bunga silat) adalah berupa gerakan-gerakan tarian silat yang dipamerkan di dalam acara-acara adat atau acara-acara seremoni lainnya. Gerakan-gerakan untuk mancak diupayakan seindah dan sebagus mungkin karena untuk pertunjukan.

Kata silek itu sendiri bukanlah untuk tari-tarian itu lagi, melainkan suatu seni pertempuran yang dipergunakan untuk mempertahankan diri dari serangan musuh, sehingga gerakan-gerakan diupayakan sesedikit mungkin, cepat, tepat, dan melumpuhkan lawan.

Silek Tuo (silat tua) yang menjadi tradisi orang Minangkabau, sejatinya bu­kan hanya sekedar sebuah ilmu beladiri semata. Silek lebih kepada tauhid dan men­dekatkan diri kepada Allah sang pencipta. Makna sejatinya dalam silek harus ada keseimbangan antara lahir dan bathin. Karena basilek mancari Tuhan, mamancak mancari kawan. Hal ini juga terlihat dari jurus-jurus dalam silek tradisi Minang yang banyak mencontoh kepada alam sekitar.

“Artinya secara lahiriah, basilek bermakna silaturahmi dan mencari kawan atau dunsanak, namun di batin sebagai sarana mendekatkan diri kepada Tuhan," pungkasnya.

(**)




 
Top