Nur Mahmudi bersama mantan Ketua MK Jimly Ashiddiqqie |
Kepala Unit Tindak Pidana Korupsi Polresta Depok, Ajun Komisaris Bambang P, menjelaskan, penetapan tersangka Nur Mahmudi dan Harry Prihanto setelah menerima hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa barat turun dan terdapat kerugian negara.
Bambang lebih lanjut menjelaskan bahwa terhitung Selasa (28/8/2018) ini, Walikota Depok dua periode (2006-2011 dan 2011-2016) Nur Mahmudi Ismail (profil: https://id.wikipedia.org/wiki/Nur_Mahmudi_) Ismail dan mantan Sekdanya Harry Prihanto resmi tersangka korupsi proyek pengadaan lahan untuk pelebaran jalan Nangka, Kelurahan Sukamaju baru, Kecamatan Tapos, Kota Depok.
Menurut Bambang untuk saat ini baru Nur Mahmudi dan Prihanto yang resmi ditetapkan tersangka korupsi jalan Nangka. “Baru dua orang itu, “ ujarnya menjawab konfirmasi awak media di Mapolresta Depok, Selasa (28/8/2018). .
Bambang belum bersedia membeberkan nilai kerugian negara dalam kasus proyek pengadaan lahan tersebut. Namun Bambang mengaku penetapan terhadap kedua mantan pejabat teras Kota Depok itu dikeluarkan setelah Polresta Depok secara resmi menerima hasil audit dari BPKP Jawa Barat bahwa ada kerugian negara.
“ Itulah dasar Polresta Depok menetapkan Nur Mahmudi dan Prihanto menjadi tersangka korupsi, “ jelasnya.
Kasus ini telah bergulir di Tipikor Polreta Depok sejak Oktober 2017. Dari hasil penyelidikan dan gelar perkara yang dilakukan Januari 2018, serta setelah memeriksa 87 saksi, status penyelidikan naik ke penyidikan.
"Ketika dilakukan ekspos penaikan status, kita belum mengekpos nama tersangka," ujarnya.
Tak dibeberkannya tersangka ke publik, tambah Bambang, karena saat itu penyidik sedang meminta BPKP Jawa Barat untuk melakukan audit dan melayangkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kepada Kejaksaan Negeri Kota Depok.
“Sekarang hasil audit BPKB sudah turun maka diekspos selanjutnya akan menentukan pemeriksaan tersangka,” jelas Bambang.
Informasi yang diperoleh awak media, Selasa (28/8/2018), menyebutkan, proyek pengadaan lahan untuk pelebaran Jalan Nangka, Kelurahan Sukamaju baru 2015 dengan nilai anggaran dari APBD sebesar Rp17 miliar merupakan proyek fiktif.
Dikatakan proyek fiktif, sebab akses jalan dengan panjang 500 meter lebar 6 meter tersebut sudah dibebaskan oleh pengembang yang sedang membangun apartemen di sana.
“Pengembang apartemen telah mengeluarkan dana pembebasan terhadap 16 pemilik sertifikat dengan nilai sebesar Rp17 miliar," ungkap seorang sumber yang dipercaya .
Dia menyebut kasus korupsi ini akan menyeret sejumlah kalangan DPRD Kota Depok. Sebab, fairnya anggaran proyek pelebaran jalan Nangka tidak lepas dari peran DPRD.
“APBD sebesar Rp17 miliar bisa cair setelah adanya paripurna DPRD 2015," pungkasnya.
Kepala seksi Jalan dan Jembatan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Depok, Edwin Kadarusman Sitompul, mengatakan, khusus pengadaan lahan untuk pelebaran jalan Nangka, Nur Mahmudi dan Prihanto menunjuk pihak Dinas PUPR Kota Depok sebagai perantara dan eksekutor pelepasan 16 sertifikat milik 16 warga RT 003 RW 01 Kelurahan Sukamaju baru, Tapos.
“ Kami (PUPR) dijadikan bemper oleh Nur Mahmudi dan Prihanto,“ ucapnya.
(mic/bin)