BATANG KAPEH, PESSEL -- Wakil Gubernur Sumatera Barat, Nasrul Abit, angkat bicara masalah anjloknya harga tanam buah segar (TBS) yang melanda beberapa daerah di Sumbar. Menurut wagub, penyebabnya selain jumlah pabrik masih kurang, kualitas TBS sawit di Sumbar, terutama Pessel, relatif masih rendah sehingga rendaman juga rendah.
Agar harga sawit di Sumbar khususnya di Pessel bisa stabil dan menyesuaikan patokan harga yang telah ditetapkan sendiri oleh pemerintah (Dinas Perkebunan), pengusaha GAPKI, Akpasindo dan LSM, Nasrul yang pernah satu periode jadi Wakil Bupati (Wabup) dan dua periode jadi Bupati Pessel menyarankan agar Pemkab di Sumbar yang merasa harga sawit anjlok, khususnya Pemkab Pessel, untuk memanggil pengusaha pemilik pabrik.
"Pemkab bisa panggil semua pemilik kebun yang besar atau investor bicara tentang harga atau menaikkan harga," demikian Wagub Sumbar menjawab konfirmasi perwakilan media ini di Pessel melalui pesan singkatnya, Minggu (1/7/2018) siang.
Seperti yang diberitakan sebelumnya (baca: http://www.sumateratime.com/2018/07/harga-tbs-sawit-di-sumbar-kerap-anjlok.html?m=1), harga sawit hasil produksi petani swadaya di beberapa daerah di Sumbar anjlok dikarenakan pabrik hanya membeli Rp 1.110 s.d Rp 1.140 per kilogram TBS.
Disinyalir tindakan pemilik pabrik menurunkan harga "saenak dewe" akibat adanya "persekongkolan jahat" dengan pejabat di daerah, yang meminta setiap pabrik membeli sawit petani swadaya dikenakan kewajiban mengeluarkan fee tak lebih dari 5%.
Di Dharmasraya pun dari komentar seorang nitizen mempertanyakan "yang 3 persen bagaimana kabarnya?". Itu artinya bukan hanya di Pessel, akan tetapi juga terjadi di kabupaten lain di Sumbar. Jika sinyalemen ini benar, Wagub Sumbar minta pihak berwajib untuk mengusutnya sampai tuntas.
"Kalau ada hal demikian usut tuntas, serahkan kepada pihak berwajib. Setahu saya, itu isu politik yang terus menerus digulirkan dan isu ini hanya ada di Pessel dan tidak habis-habisnya. Pada daerah lain juga turun harga sawit, tapi tidak pernah menuduh para pejabat dapat setoran 5% dari pemilik kebun," tulis wagub dalam SMSnya.
Potensi lahan yang dapat digarap menjadi lahan sawit di Pessel, menurut wagub, tidaklah begitu luas. Namun saat pertama kali masuk ke Pessel, investor benar benar dilayani sebaik mungkin sehingga Bupati Pessel yang waktu itu dijabat Darizal Basyir tak mampu meminta plasma 20% dari luas kebun inti perusahaan. Akibatnya kini warga di sekitar perkebunan besar di daerah ini hanya menjadi petani perkebunan swadaya.
Terkait masalah adanya kewajiban perusahaan menyediakan 20% dari luas kebun intinya, wagub menyatakan untuk kebun yang lama tidak mungkin lagi dituntut.
"Namun jika ada investor baru yang akan menanamkan investasi di sektor kebun kelapa sawit ini, diminta 30% malah bisa. Tentunya berdasarkan hasil negosiasi," ungkap Wagub Nasrul Abit kepada perwakilan media ini di Pessel.
(zhy/ede)