Sehingga, media siber itu bisa berkontribusi membangun bangsa ini dengan keberadaban tinggi sekaligus jadi tempat pekerja pers menyandarkan hidupnya.
“Dewan Pers mencatat, ada lebih dari 43 ribu media siber di Indonesia. Sebagian besar, (mohon maaf) itu abal-abal, didirikan tanpa mematuhi kode etik dan standar industri pers lainnya,” ungkap Teguh Santosa, saat melantik Pengurus SMSI Sumbar di Padang, Kamis (23/11/2017).
SMSI Sumbar ini diketuai Syahrial Aziz dari tabloidbijak.com. Sekretaris diemban Novermal Yuska dan bendahara, Tafrizal Chaniago .
Terobos.com, Padang - Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Teguh Santosa menegaskan, lembaga ini didirikan untuk membantu pemilik media siber, agar jadi profesional baik dari sisi keredaksian maupun usaha.
Kepengurusan ini dilengkapi lima orang ketua bidang serta satu orang wakil sekretaris dan bendahara serta 7 seksi.Dikatakan Teguh, SMSI Sumbar ini merupakan yang keempat dilantik di Indonesia. SMSI ini sudah berdiri di 27 provinsi dengan lebih dari 1.000 anggota perusahaan pers.
“Profile perusahaan yang adai di SMSI ini ada macam-macam, tapi ada niat untuk jadi profesional. Namun, niat ini tak bisa di mulut. Harus merujuk aturan Dewan Pers,” terang Teguh.
Di antara aturan Dewan Pers terhadap sebuah perusahaan pers yakni harus berbadan hukum, penanggungjawab di ruang redaksi harus berkompetensi utama, perusahaan harus jelas lokasi usahanya, penghormatan pada pedoman penyiaran media siber dan lainnya.
“SMSI harus membantu budaya bisnis media siber, budaya di ruang redaksi dan lainnya, karena kita harus terus berlomba dengan media abal-abal untuk menjaga kepercayaan masyarakat,” tegas Teguh mengingatkan jajaran SMSI Sumbar.
Teguh pun menceritakan hasil pertemuannya dengan organisasi media sedunia di Seoul, Korea Selatan. Di pertemuan itu, terangnya, ada tiga poin penting yang dibahas yakni bergesernya platform media dari konvensional (kertas) ke siber. “Ada kegagapan dari pelaku usaha media dari pergeseran platform ini,” ungkap Teguh.
Selain itu, pertemuan itu juga merumuskan, bahwa inovasi jadi kata kunci keberlangsungan hidup media di erah teknologi informasi. Kemudian, terjadinya penurunan kepercayaan publik terhadap karya jurnalistik.
“Fenomena penurunan kepercayaan publik ini terjadi di dunia, tak hanya di Indonesia,” terang Teguh. “Karya jurnalistik yang dikerjakan dengan standar etika dan disiplin ketat lainnya, ternyata tidak lagi dipercaya publik di tengah gempuran berita hoax yang tersebar secara massif melalui platform media sosial,” tambahnya.
Sementara, Ketua SMSI Sumbar, Syahrial Aziz dalam sambutannya mengharapkan saran dan kritik seluruh elemen masyarakat di Sumbar. “SMSI yang merupakan tempat berhimpunnya para pemilik media siber di Ranah Minang ini bertekad untuk membangun pers yang bermartabat,” terangnya.
Kepengurusan ini dilengkapi lima orang ketua bidang serta satu orang wakil sekretaris dan bendahara serta 7 seksi.Dikatakan Teguh, SMSI Sumbar ini merupakan yang keempat dilantik di Indonesia. SMSI ini sudah berdiri di 27 provinsi dengan lebih dari 1.000 anggota perusahaan pers.
“Profile perusahaan yang adai di SMSI ini ada macam-macam, tapi ada niat untuk jadi profesional. Namun, niat ini tak bisa di mulut. Harus merujuk aturan Dewan Pers,” terang Teguh.
Di antara aturan Dewan Pers terhadap sebuah perusahaan pers yakni harus berbadan hukum, penanggungjawab di ruang redaksi harus berkompetensi utama, perusahaan harus jelas lokasi usahanya, penghormatan pada pedoman penyiaran media siber dan lainnya.
“SMSI harus membantu budaya bisnis media siber, budaya di ruang redaksi dan lainnya, karena kita harus terus berlomba dengan media abal-abal untuk menjaga kepercayaan masyarakat,” tegas Teguh mengingatkan jajaran SMSI Sumbar.
Teguh pun menceritakan hasil pertemuannya dengan organisasi media sedunia di Seoul, Korea Selatan. Di pertemuan itu, terangnya, ada tiga poin penting yang dibahas yakni bergesernya platform media dari konvensional (kertas) ke siber. “Ada kegagapan dari pelaku usaha media dari pergeseran platform ini,” ungkap Teguh.
Selain itu, pertemuan itu juga merumuskan, bahwa inovasi jadi kata kunci keberlangsungan hidup media di erah teknologi informasi. Kemudian, terjadinya penurunan kepercayaan publik terhadap karya jurnalistik.
“Fenomena penurunan kepercayaan publik ini terjadi di dunia, tak hanya di Indonesia,” terang Teguh. “Karya jurnalistik yang dikerjakan dengan standar etika dan disiplin ketat lainnya, ternyata tidak lagi dipercaya publik di tengah gempuran berita hoax yang tersebar secara massif melalui platform media sosial,” tambahnya.
Sementara, Ketua SMSI Sumbar, Syahrial Aziz dalam sambutannya mengharapkan saran dan kritik seluruh elemen masyarakat di Sumbar. “SMSI yang merupakan tempat berhimpunnya para pemilik media siber di Ranah Minang ini bertekad untuk membangun pers yang bermartabat,” terangnya.
Ketua Pelaksana Pelantikan sekaligus seminar nasional Gerakan Nasional Transaksi Non Tunai di Sumatera Barat, Tantangan dan Peluang, Aguswanto melaporkan, kegiatan ini terlaksana berkat dukungan penuh PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) persero dibantu sumbangan lembaga lainnya seperti PT Semen Padang, Bank Nagari, PDAM Padang dan Pemprov Sumbar.
“Kami dari SMSI berharap, kerjasama ini tidak sebatas kegiatan ini saja. Karena, SMSI ini merupakan tempat berhimpunnya pemilik media yang melaksanakan bisnis di bidang informasi.
Minimal, kerjasama ini berupa kartu anggota SMSI yang sekaligus kartu Brizzi, kartu non tunai dari BRI,” ungkap Aguswanto yang peluang ini juga diamini Teguh Santosa. (*)
“Kami dari SMSI berharap, kerjasama ini tidak sebatas kegiatan ini saja. Karena, SMSI ini merupakan tempat berhimpunnya pemilik media yang melaksanakan bisnis di bidang informasi.
Minimal, kerjasama ini berupa kartu anggota SMSI yang sekaligus kartu Brizzi, kartu non tunai dari BRI,” ungkap Aguswanto yang peluang ini juga diamini Teguh Santosa. (*)