JAKARTA -- Aktor Fedi Nuril melontarkan kritik terhadap Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Fahri Hamzah, yang baru saja diangkat sebagai Komisaris PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN).

Kritik tersebut disampaikan Fedi melalui akun media sosialnya, menyinggung rangkap jabatan yang kini diemban Fahri.

Aktor yang belakangan getol mengamati sekaligus mengktitisi dinamika sosial dan perpolitikan tanah air itu menyebut dirinya kecewa dengan Fahri Hamzah yang kini merangkap jabatan, merujuk pada pernyataan Fahri sendiri di masa lalu yang mengkritik keras praktik tersebut.

"Kepada Abang Fahri Hamzah. Saya kecewa sekarang Abang yang rangkap jabatan," kata Fedi di X @realfedinuril (29/3/2025), merespons sikap Fahri Hamzah yang tak obahnya menjilat ludah sendiri tersebut.

Unggahan Fedi itu disertai dengan tangkapan layar cuitan lama Fahri Hamzah pada 16 Juli 2020, di mana Fahri mengkritik bahaya rangkap jabatan di pemerintahan.

Dalam cuitan tersebut, Fahri menyatakan bahwa puncak bahaya rangkap jabatan adalah ketika seorang pejabat negara menyesuaikan regulasi demi kepentingan bisnisnya.

"Bahaya rangkap jabatan itu mencapai puncaknya ketika seorang menteri sebagai pejabat negara mencocokkan regulasi dengan kepentingan bisnisnya sebagai pengusaha. #StopRangkapJabatan #StopConflictOfInterest," tulis Fahri Hamzah saat itu.

Cuitan lawas Fahri Hamzah pun ramai jadi perbincangan publik. Bak jadi bumerang bagi dirinya sendiri, cuitan lawas Fahri ini seketika jadi bahan gunjingan warganet di media sosial.

Tak sedikit warganet juga ikut menyindir Fahri Hamzah yang tak lagi kritis dengan carut marut keadaan Indonesia saat ini setelah "kebagian jabatan" di pemerintahan.

"Ada orang yang kritis soal negara karena kepedulian, ada juga orang yang kritis soal negara karena tidak kebagian jabatan. Semoga kita bisa jadi orang yang istiqomah & amanah," komentar akun @shitlicious.

"Mereka yang ngakunya berintegritas dan kritis tapi dikasih kue dikit aja goyah, jadi selama ini berisik karena belum dapat jabatan," imbuh akun @sahwabkr.

"Kenapa ya pejabat disini tuh kebanyakan ciri khasnya selalu sama, kalo belum dapet jabatan koar-koar berisiknya minta ampun, giliran dikasih jabatan langsung diem seribu bahasa, amit-amit dah pejabat disini pada munafik semua, mau berharap maju nih negara tapi di isi sama orang munafik," sindir akun @lokalokix.

Sorotan ini makin tajam mengingat BTN, sebagai bank BUMN yang juga fokus pada pembiayaan perumahan, punya kaitan erat dengan tugas Fahri sebagai Wamen PKP yang memicu pertanyaan soal etika dan konflik kepentingan.

Fahri Hamzah memang bukan sosok asing di dunia politik. Ia kerap jadi sorotan karena dikenal sebagai figur politkus yang tak takut bersuara lantang mengkritik pemerintah.

Tapi, penunjukan sebagai komisaris BTN ini membuat citranya di mata publik berubah drastis.

Pakar Hukum Tata Negara (HTN), Feri Amsari menyampaikan menteri merangkap jabatan ketua partai politik dinilai berisiko terjadinya konflik kepentingan. Menurutnya, jabatan yang dibiayai oleh negara harus profesional. Tak boleh ada intervensi kepentingan terhadap jabatan menteri dari pihak luar.

Dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme mengamanatkan seorang menteri selaku pejabat negara untuk menghindari konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya. Hal tersebut tertuang pada Pasal 5.

”Kalau baca UU 28/1999 itu dilarang menteri rangkap jabatan apapun, karena menteri jabatan publik. Dalam istilah sistem presidensial yang dipopulerkan Presiden Filipina dan dipakai oleh Presiden Amerika begitu panggilan terhadap negara datang, kewajiban terhadap partai harus dihilangkan,” tegas Feri.

Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) itu menegaskan, permasalahan rangkap jabatan terjadi akibat rendahnya komitmen pemerintah menghindari konflik kepentingan dalam jabatan publik. Menurutnya Indonesia memiliki tabiat sesat dalam ruang politik.

”Mencampuradukan berbagai kepentingan. Maunya tetap powerfull di mana-mana. Ini salahnya,” imbuhnya.

Tak saja UU 28/1999, ada pula  UU No.39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Pasal 23 ayat (1) menyebutkan, ”Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a.pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBN/APBD)”.

Dalam Pasal 34 UU No.2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana telah diubah dengan UU No.2 Tahun 2011 menjelaskan salah satu sumber keuangan parpol adalah bantuan keuangan dari APBN/APBD.

Dalam pasal tersebut  mengatur keuangan Partai Politik bersumber dari iuran anggota; sumbangan yang sah menurut hukum; dan bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah diberikan secara proporsional kepada Partai Politik yang mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota yang perhitungannya berdasarkan jumlah perolehan suara.

Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diprioritaskan untuk melaksanakan pendidikan politik bagi anggota Partai Politik dan masyarakat. Kemudian, dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 1 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas PP No. 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Partai Politik  mengatur besaran bantuan yang diberikan lebih rinci.

Misalnya, bantuan keuangan sebesar Rp 1000 per suara sah kepada parpol tingkat pusat yang mendapatkan kursi di DPR, sebesar Rp 1200 per suara sah kepada parpol tingkat provinsi yang mendapatkan kursi di DPRD Provinsi. Serta bantuan keuangan sebesar Rp1500 per suara sah kepada parpol tingkat kabupaten/kota yang mendapatkan kursi di DPRD kabupaten/kota.

Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo merangkap jabatan Komisaris Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.

Selain Suryo Utomo, Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah juga merangkap komisaris perseroan.

Penunjukan dewan komisaris telah diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada Rabu (26/3/2025).

Suryo menggantikan Chandra M. Hamzah yang sebelumnya diangkat RUPSLB November 2019.

RUPST Bank BTN merombak seluruh jajaran komisaris. Wakil komisaris utama Bank BTN diberikan kepada Dwi Ary Purnomo yang juga Asisten Deputi Bidang Manajemen Risiko dan Kepatuhan di Kementerian BUMN.

Sementara jabatan komisaris independen diberikan kepada Ida Nuryanti, Pietra Machreza Paloh, dan Panangian Simanungkalit.

Direktur Utama BTN masih dijabat Nixon L.P Napitupulu. Sedangkan Wakil Direktur Utama, diisi Oni Febrianto Raharjo.

#red




 
Top