JAKARTA -- Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menarik 54 produk skincare berbahaya setelah menemukan kandungan bahan dilarang dan berbahaya seperti merkuri, asam retinoat dan hidrokinon.

Produk-produk ini berasal dari produksi kontrak, industri kosmetik dan impor. Penggunaan produk-produk ini dapat menimbulkan risiko kesehatan seperti iritasi, kerusakan ginjal, hingga kanker.

BPOM mengingatkan bahwa kosmetik yang tidak memenuhi standar CPKB berisiko membahayakan kesehatan konsumen.

Taruna Ikrar menegaskan, BPOM akan melakukan tindakan tegas terhadap temuan kosmetik yang mengandung bahan dilarang dan/atau bahan berbahaya tersebut.

“Terhadap produk kosmetik yang terbukti mengandung bahan dilarang dan/atau bahan berbahaya, BPOM telah mencabut izin edar serta melakukan penghentian sementara kegiatan (PSK), meliputi penghentian kegiatan produksi, peredaran, dan importasi. Selain itu, BPOM melalui 76 unit pelaksana teknis (UPT) di seluruh Indonesia telah melakukan penertiban ke fasilitas produksi, distribusi, dan media online,” urai Taruna Ikrar dalam siaran persnya di laman BPOM.

“Selain itu, BPOM juga melakukan penelusuran terhadap kegiatan produksi, distribusi, dan promosi kosmetik yang mengandung bahan dilarang dan/atau bahan berbahaya, khususnya kosmetik yang diproduksi oleh yang tidak berhak. Jika ditemukan indikasi pidana, maka akan dilakukan proses pro-justitia oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM,” tambah Taruna.

Dengan terjadinya pergeseran pola distribusi dan promosi kosmetik, BPOM juga melakukan perkuatan pengawasan di media online berdasarkan analisis risiko.

BPOM telah melakukan patroli siber secara berkesinambungan untuk mencegah dan menelusuri praktik peredaran kosmetik ilegal dan mengandung bahan dilarang dan/atau bahan berbahaya di seluruh platform.

Hasil pengawasan ini dibuktikan dengan temuan kosmetik mengandung bahan dilarang dan/atau bahan berbahaya yang sebagian besar didistribusikan secara online.

Pada periode pengawasan ini, sebanyak 53.688 tautan kosmetik ilegal telah direkomendasikan ke Kementerian Komunikasi dan Digital dan Indonesian E-commerce Association (idEA) untuk dilakukan penurunan konten (takedown).

Pelaku usaha yang memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu dapat dikenakan sanksi administratif dan sanksi pidana. Pelaku pelanggaran akan dikenakan ketentuan Pasal 435 jo.

Pasal 138 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak 5 miliar rupiah.

BPOM kembali mengimbau tegas kepada para pelaku usaha untuk menjalankan bisnisnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Saya tegaskan kepada para pelaku usaha yang memproduksi, mengimpor dan mengedarkan kosmetik mengandung bahan dilarang dan/atau bahan berbahaya agar segera melakukan penarikan produk dari peredaran dan dimusnahkan. Penarikan produk ini wajib dilaporkan hasilnya oleh pelaku usaha kepada BPOM,” tegas Taruna.

Dalam 5 tahun terakhir, industri kosmetika dalam negeri menunjukkan pertumbuhan positif yang signifikan. Jumlah industri kosmetik di Indonesia sampai akhir Oktober 2024 mencapai 1.249 industri atau meningkat 16,40 persen dari tahun sebelumnya.

Jumlah produk kosmetik yang memiliki izin edar/notifikasi BPOM sampai akhir Oktober 2024 mencapai 283.391 produk yang didominasi oleh 68,80% produk kosmetik lokal.

Dengan angka ini, kosmetik menjadi komoditi yang juga memiliki peran penting terhadap peningkatan perekonomian nasional.

“Perkembangan industri kosmetik di Indonesia salah satunya didukung dengan adanya kebijakan kontrak produksi kosmetik, yang mengakomodir pelaku usaha yang belum memiliki industri. Pelaku usaha yang memberikan kontrak produksi berjumlah 1.904 atau melebihi 49 persen dari total pemilik izin edar kosmetik. Oleh karena itu, BPOM akan senantiasa mengawal peredaran sekaligus mendukung perkembangan industri kosmetik dalam negeri ini,” imbuh Taruna Ikrar.

Selain pertumbuhan positif tersebut, BPOM juga mencatat terjadinya peningkatan pelanggaran di bidang kosmetik. Oleh karena itu, BPOM akan senantiasa mengawal peredaran kosmetik agar tetap memenuhi persyaratan sekaligus mendukung perkembangan kosmetik dalam negeri ini

BPOM juga melakukan perkuatan pengawasan terhadap peredaran kosmetik impor untuk melindungi kesehatan masyarakat dan melindungi produk lokal dari banjirnya produk impor.

Masyarakat sebagai konsumen akhir juga diimbau untuk lebih waspada dalam memilih atau menggunakan produk kosmetik.

Masyarakat diminta untuk tidak menggunakan produk-produk mengandung bahan dilarang dan/atau bahan berbahaya sebagaimana yang tercantum dalam lampiran siaran pers ini ataupun yang telah diumumkan oleh BPOM sebelumnya.

“Saya ingatkan kepada masyarakat agar berhati-hati dalam memilih dan membeli produk kosmetik. Jangan tergiur dengan promosi yang sesat. Kami juga sangat berharap komitmen dari pemangku kepentingan, khususnya para pelaku usaha kosmetik, untuk dapat terus mengikuti regulasi sesuai peraturan yang berlaku,” tutup Kepala BPOM.

#rel/ede




 
Top