PADANG -- Penyaluran anggaran pasca bencana alam tidaklah semudah membeli tempe, tahu maupun toge. Salah-salah, bisa masuk "kandang situmbin" atau penjara.
Untuk itu, pemerintah daerah (provinsi/ kabupaten/ kota) terutama para kuasa pengguna anggaran (KPA) perlu mematangkan pemahaman tentang alur dan aturan hukum yang telah digariskan dalam penyaluran anggaran pasca bencana hingga ke pemerintahan tingkat terendah. Baik itu anggaran yang bersumber dari anggaran pusat (APBN) maupun yang bersumber dari bilik APBD.
BACA JUGA: Telisik BPBD Sumbar, BPK RI Temukan Ini...
Demikian ditekankan R Hutomo dari Pusdiklat BNPB di hadapan segenap peserta Bimbingan Teknis Hitung Cepat Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana Sumatera Barat (Bimtek Jitu Pasna Sumbar) Angkatan I tahun 2021 hari kedua di Premier Basko Hotel, Padang, Selasa (7/9/2021).
"Dangkalnya pemahaman para KPA tentang alur dan aturan hukum penyaluran anggaran kebencanaan bisa jadi jebakan bagi mereka, sehingga tergiring pada pelanggaran aturan hukum yang ujung-ujungnya KPA berikut turunannya dalam satu lembaga bisa masuk penjara," ujar instruktur Pusdiklat BNPB tersebut.
Keterjebakan tadi, menurut R Hutomo, sangat erat kaitannya dengan penerapan aturan prematur berupa Pergub, Perbup atau Perwako oleh para KPA, sementara peraturan itu sebenarnya baru berupa kebijakan kepala daerah yang lahir pada saat terjadi bencana.
"Dalam hal ini Kuasa Penggunaan Anggaran terjebak dengan kilas balik sejarah percaturan politik dari pemangku kebijakan. Selaku bawahan, KPA mau tidak mau harus melaksanakan perintah kepala daerah yang berwujud Pergub, Perbup atau Perwako," ulasnya.
Kerancuan yang terjadi, tambahnya, tentunya bisa berefek tindak pelanggaran aturan hukum oleh para KPA berikut turunannya dalam satu lembaga, sedangkan yang merancang dan membuat Pergub, Perbup dan Perwako sama sekali tak tersentuh sanksi atas pelanggaran aturan hukum dalam penyaluran anggaran pasca bencana hingga pemerintahan tingkat terendah.
#ede