JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mempelajari dan menindaklanjuti kasus dugaan penyalahgunaan dana penanggulangan Covid-19 tahun 2020 senilai Rp7,6 miliar di Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), menyusul masuknya laporan enam anggota DPRD Sumbar ke lembaga antirasuah tersebut pada Senin (24/5/2021) kemarin.
Informasi yang dihimpun media ini, menyebutkan, enam anggota DPRD Sumbar yang melaporkan kasus dugaan penyalahgunaan dana penanggulangan Covid-19 Sumbar tahun 2020 itu yakni Hidayat, Evi Yandri, Nurnas, Nofrizon, Syamsul Bahri dan Albert Hendra Lukman.
Laporan dibuat atas nama pribadi dengan melepaskan nama kelembagaan DPRD dan partai politik. Mereka berharap kasus itu diusut tuntas.
Salah seorang pelapor, Nurnas mengatakan, laporan ke KPK penting dilakukan agar tindak pemberantasan korupsi benar-benar dilakukan sampai tuntas di Indonesia, khususnya Sumbar, jadi bukan sekadar wacana saja. Selain itu, jumlah dana yang diduga disalahgunakan terbilang besar dan telah merugikan masyarakat serta daerah.
”Jika tidak diusut tuntas maka pemberantasan korupsi yang digaung gaungkan di Indonesia itu hanya sekadar wacana saja. Makanya, harus dituntaskan dan diberikan sanksi yang jelas,” tegasnya.
Nurnas juga menyatakan bahwa masyarakat pun masih sering mempertanyakan kelanjutan kasus tersebut. Salah satunya saat dia melakukan pertemuan dengan masyarakat dalam tugas kedewanan.
Melihat jumlah dana yang disalahgunakan terbilang besar dan kasus belum tuntas tindak lanjutnya, ia bersama lima rekannya sesama anggota dewan bersepakat melaporkan ke KPK atas nama pribadi.
”Berkas sudah diserahkan langsung ke KPK oleh dua perwakilan dari kami berenam yakni Hidayat dan Evi Yandri. KPK mengatakan berkas akan dipelajari dan ditindaklanjuti dan akan memberikan kabar untuk tahapan berikutnya,” ujar Nurnas.
Ia menekankan, pengusutan tuntas kasus ini harus menjadi pelajaran agar tidak ada lagi penyalahgunaan dana di Provinsi Sumbar. “Jangan ada lagi permainan anggaran di Sumbar,” harapnya.
Hal yang sama juga disampaikan Nofrizon. Menurutnya, mereka berenam sepakat untuk melaporkan kasus tersebut ke KPK karena melihat lambatnya penanganan kasus dugaan penyalagunaan dana tersebut di lingkup aparat hukum Sumbar. Bahkan sanksi dari pemerintah provinsi untuk pejabat yang terlibat pun belum ada.
“Padahal, ini sudah jelas penyalahgunaan anggaran. Datanya bukan main-main, namun berdasarkan LHP BPK yang dikerjakan secara profesional dan punya legitimasi,” ujarnya.
Jumlah anggaran pun, lanjut Nofrizon, terbilang besar bagi Sumbar, yakni Rp4,9 miliar dan Rp7,6 miliar. Dana tersebut merupakan dana masyarakat yang seharusnya dimanfaatkan dengan baik untuk kepentingan masyarakat pula. Tapi malah diduga diselewengkan dan masuk kantong pribadi perorangan.
“Karena sampai sekarang tindaklanjut kasus ini di Sumbar belum jelas maka kami laporkan ke KPK. Tujuannya biar segera tuntas dan jelas,” tambahnya.
Apalagi, lanjut Nofrizon, program penanggulangan Covid-19 masih berlanjut. Bahkan anggaran untuk pendukung program tersebut bertambah besar.
“Jadi, jangan sampai hal serupa terulang lagi. Jika kasus tak tuntas maka seolah kita lembek saja di Sumbar dan kasus ini bisa berpotensi terulang,” ujarnya.
Terjadi di BPBD Sumbar
Untuk diketahui, dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang untuk penanganan Covid-19 tahun 2020 ini terjadi di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar.
Dari enam anggota dewan yang melaporkan kasus tersebut secara resmi dengan surat bermaterai, diwaliki dua orang yang menyerahkan langsung berkas pelaporan ke KPK. Pada dokumen tersebut dilaporkan terkait penyalahgunaan dana penanggulangan Covid-19 pada program pengadaan sebesar Rp7,63 miliar.
Penggunaan dana tersebut dilaporkan tidak dengan sesuai ketentuan. Penyalahgunaan pun telah berdasarkan Laporan Hasil pemeriksaan (LHP) BPK Perwakilan Sumatera Barat terhadap laporan keuangan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (LKPD tahun 2020).
Hidayat mengatakan, ada beberapa yang dilaporkan, yakni dugaan terjadinya mark up atau pemahalan harga pengadaan hand sanitizer 100 ml dan 500 ml yang mengakibatkan indikasi kerugian keuangan daerah sebesar Rp4,847 miliar.
Kemudian, transaksi pembayaran sebesar Rp49 miliar lebih tidak sesuai ketentuan karena dilakukan secara tunai sehingga berpotensi terjadinya penyalahgunaan dan dari pembayaran tersebut juga terdapat pembayaran kepada pihak-pihak yang tidak dapat diidentifikasi sebagai penyedia barang.
Lalu, dugaan mark up pengadaan Hazmat (APD Premium) sebanyak 21.000 pcs, sesuai kontrak senilai Rp375.000/pcs atau total sebesar Rp7,875 miliar.
Berikutnya dugaan pemahalan dalam pengadaan masker bedah sebanyak 4.000 box dan pengadaan Rapid Test senilai Rp275.000/pcs atau total senilai kontrak sebesar Rp2,750 miliar. Dugaan mark up atau pemahalan harga dalam pengadaan surgical gown sebanyak 15.000 pcs seharga Rp125.000/pcs sehingga total nilai kontrak sebesar Rp1,875 miliar.
”Berdasarkan hasil temuan BPK tersebut di atas, maka pengadaan barang untuk penanganan Covid-19 pada BPBD Sumbar tidak sesuai ketentuan sebesar Rp7,631 miliar lebih dan ini harapan kami dapat diproses secara hukum oleh Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi,” jelas Hidayat.
Dalam dokumen pengaduan juga disampaikan tambahan informasi, bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Atas Kepatuhan Penanganan pandemi Covid-19 Tahun 2020, juga terdapat temuan dalam pengadaan barang untuk penanganan Covid-19 di BPBD Provinsi Sumatera Barat, dengan rekomendasi yakni : pertama, terdapat kemahalan harga dan kekurangan volume untuk pengadaan hand sanitizer sebesar Rp4,9 miliar. Kedua, terdapat cara pembayaran atas pengadaan barang kepada pihak ketiga sebesar Rp49 miliar lebih yang tidak sesuai dengan ketentuan karena dibayarkan secara tunai.
Ketiga, terhadap temuan sebagaimana tersebut pada point 3 huruf (a), (b), dan (c). DPRD Provinsi Sumatera Barat telah menindaklanjuti melalui Panitia Khusus dan telah menetapkan rekomendasi yang harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah dan pihak-pihak terkait, termasuk meminta kepada BPK untuk melakukan pemeriksaan lanjutan terkait dengan pembayaran kepada pihak ketiga sebesar Rp49 miliar lebih yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Keempat, terhadap temuan sebagaimana tersebut pada point 3 huruf (a) dan huruf (b) di atas.
Berdasarkan pemberitaan di berbagai media massa, bahwa proses hukumnya sedang ditangani oleh Kepolisian Daerah (Polda Sumatera Barat).
”Yang kami minta ke KPK adalah pengusutan atas Laporan LKPD terhadap temuan pengadaan barang untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp7,6 miliar lebih,” tegas Hidayat.
Dalam dokumen laporan juga disampaikan informasi tambahan selanjutnya, bahwa Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat/Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang Undangan oleh Badan Pemeriksa keuangan RI Perwakilan Provinsi Sumatera Barat Nomor 40.C/LHP/XVIII.PDG/05/2021 Tanggal 6 Mei 2021 ini telah disampaikan BPK Perwakilan Sumatera Barat secara terbuka dan terbuka untuk umum pada sidang paripurna DPRD Sumbar ini.
”Bagi kami, temuan BPK ini sungguh sangat memukul rasa keadilan sosial dan ekonomi masyarakat yang sedang terdampak secara sosial dan ekonomi oleh pandemi Covid-19,” sebutnya.
#sgl/red