MEDAN -- Setelah dilaporkan sejak dua tahun silam, akhirnya pihak kepolisian menindaklanjuti kasus penganiayaan oleh seorang debt collector yang berakibat korban mengalami kebutaan. Pelaku saat ini mendekam di sel Mapolres Medan Area setelah dibekuk oleh Tim Reskrim belum lama ini.
Informasi yang berhasil dihimpun media ini menyebutkan, pelaku dalam kasus penganiayaan kala itu adalah debt collector berinisial TH (48), sementara korbannya adalah Kiki (40), warga Jalan Rupat, Medan Timur. Pelaku sendiri masih merupakan tetangga korban, mengingat rumahnya masih pada jalan yang sama.
Peristiwa penganiayaan itu berlangsung pada 13 Februari 2018 silam di Jalan Amaliun, Medan, Sumatera Utara. Bermula saat korban bersama keluarga mengendarai mobil dan hendak pulang ke rumahnya.
Saat melintas di Jalan Amaliun, mendadak mobil yang dikemudikan korban dicegat oleh 10 pria berkendara mobil dan 3 sepeda motor.
Tanpa basa-basi, 10 pelaku langsung memukuli mobil yang dikendarainya dan memaksa untuk keluar dari dalam mobil.
Korban bersama istri dan anak berusaha untuk tetap berada di dalam mobil.
Tapi saat korban keluar langsung mendapat pukulan dari gerombolan debt collector itu.
Dipukul berkali-kali, mata korban luka parah dan cacat permanen.
Kiki yang jadi korban sama sekali enggak tahu kalau mobil milik kakak sepupu istrinya itu masih berstatus kredit.
Korban sendiri sebenarnya langsung melaporkan kasus penganiayaan itu ke polisi, namun pelaku baru bisa ditangkap Tim Reskrim Polsek Medan Area beberapa waktu lalu.
Debt collector berinisial TH menganiaya korbannya dengan menggunakan tangannya sehingga mengenai mata korban dan mengalami pendarahan.
Wajah korban juga luka-luka akibat penganiayaan yang dilakukan di hadapan istri dan anak-anaknya tersebut.
Banyak Pihak Prihatin
Sekaitan kasus penganiayaan oleh debt collector yang berakibat kebutaan pada korbannya ini, banyak pihak mengungkapkan keprihatinan sekaligus mengecam tindakan semena-mena debt collector ketika bergerombol.
"Jangan sembarang memukul orang lain walaupun dalam kondisi emosi. Bisa fatal akibatnya. Bayangkan jika diri anda yang dihadang banyak orang, lalua anda dikeroyok di hadapan anggota keluarga anda tanpa bisa melawan bahkan mata anda sampai buta. Bagaimana perasaan anda?," ungkap seorang ibu parubaya, warga Kota Medan, yang enggan diungkap identitasnya, Senin (17/2/2020).
Si ibu bahkan bercerita bahwa salah seorang anak laki-lakinya juga pernah bekerja sebagai debt collector, namun akhirnya sang anak hengkang dari profesi tersebut karena banyak hal-hal yang bertentangan dengan hati nurani. Penghasilan tak seberapa, namun kerap terpaksa menindas dan mengintimidasi orang lain. Kemudian profesi ini juga beresiko karena belum tentu objek yang bakal ditagih adalah orang yang lemah. "Pas berhadapan sama yang bernyali atau preman beneran, pada kucar kacir juga," ungkap si ibu.
Selain terkait aksi pencegatan oleh debt collector, tindak penganiayaan juga kerap timbul ketika pemotor di jalan raya terlibat senggolan yang berujung cekcok.
Padahal, pertikaian bisa diselesaikan dengan cara baik-baik tanpa harus memukul orang lain.
Masalah akan semakin panjang jika dilaporkan ke polisi.
Kasus penganiayaan juga bisa menjerat pelakunya sesuai dengan Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
(bin/ede)