MOJOKERTO, JATIM -- Komisi Pemberantasan Korupsi terus menindaklanjuti kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) senilai Rp34 miliar yang disangkakan terhadap mantan Bupati Mojokerto, Mustofa Kamal Pasa atau MKP. Pemeriksaan saksi-saksi terus berjalan.
Jumat (24/1/2020), tim penyidik lembaga anti rasuah kembali melaksanakan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi terkait kasus TPPU yang menjerat MKP, bertempat di aula Wira Pratama, lantai dua, Mapolres Mojokerto Kota. Tim penyidik KPK memasuki ruangan sekira pukul 10.14 WIB.
Sebelumnya, sekira pukul 09.40 WIB, seorang wanita muda datang dan menaiki tangga menuju lantai dua. Saat hendak diambil gambarnya, dia berteriak agar tidak difoto. "Hapus!! Hapus tidak??!!”, bentaknya setengah mengancam. Belakangan diketahui, yang bersangkutan adalah Sekertaris Himpaudi, Mahmudah.
Setelah itu ada dua orang datang, seorang pria dan wanita, yang ternyata adalah Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Nasdem Kabupaten Gresik, Saiful Anwar dan seorang rekannya.
Tak selang berapa lama, ada rombongan saksi yang hadir, berjumlah delapan orang.
Saat keluar dari ruang pemeriksaan, pukul 14.21 WIB, diketahui bahwa empat diantaranya (satu wanita dan tiga pria) adalah pegawai dan mantan karyawan Bank Central Asia (BCA).
“Dari BCA,” kata saksi perempuan.
Saat ditanya tentang rekannya yang berusia lebih tua, apakah beliau mantan kepala cabang? Perempuan itu mengiyakan.
Namun ketika ditanya, apakah dirinya diperiksa terkait transaksi keuangan atau rekening MKP? Perempuan itu memilih bungkam.
Selain mereka, mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Mojokerto, Ayuhannafiq, juga dipanggil KPK.
“Ditanya tentang sumber dana MKP dalam Pilkada yang kedua, tahu apa tidak? Terus diminta membuat surat pernyataan. Itu saja,” ungkapnya kepada awak media.
Dari unsur birokrasi, yang diperiksa hari ini adalah Rinaldi Rizal Sabirin. Namun tidak ada keterangan yang bisa diperoleh darinya.
Pukul 15.57 WIB, ada kejadian mengagetkan. Ibu kandung MKP, Hj. Fatimah tiba-tiba hadir kembali di lokasi, padahal dirinya sudah diperiksa dua hari yang lalu. Tapi tak seberapa lama, sekira 15 menit, ia keluar dari ruangan, ditemani seorang wanita muda yang wajahnya tertutup masker. Sepertinya kedatangan Hj. Fatimah untuk menyerahkan berkas.
Beberapa orang lagi dari Nganjuk, seperti mantan Camat Ngetos, mantan sopir bupati dan mantan Sekda Nganjuk Taufiqurrahman juga diperiksa terkait kasus TPPU MKP.
Untuk menjawab teka-teki yang berkembang di masyarakat, apakah ada kemungkinan ditetapkannya tersangka baru dalam kasus TPPU mantan Bupati Mojokerto, Mustofa Kamal Pasa, dalam Undang-Undang No. 8 tahun 2010 tentang TPPU BAB II Pasal 3 disebutkan, “Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”
Pasal inilah yang disangkakan pada MKP.
Pasal 4 berbunyi, “Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”
Dan Pasal 5 Ayat 1, “Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Melihat ketiga bentuk tindak pidana pencucian uang, sebagaimana diterangkan dalam Undang-Undang, dimungkinkan KPK menetapkan tersangka baru.
(bin)